Diyan membenarkan izin perusahaannya masuk wilayah enam kampung.
Peneliti Jatam Kaltim, Teresia Jari mengatakan, dari enam kampung itu, sebagian kampung menolak, sebagian lain menerima.
Tetapi, Kampung Ongko Asa warganya menolak 100 persen sejak keluar IUP.
Pada 12 Juli 2018 warga Ongko Asa menyatakan sikap penolakan terhadap PT Kencana Wilsa tertuang dalam surat nomor 01.PWK-OngkoAsa/IV/2018.
Tere menyebut, penolakan itu dilakukan demi menghindari masalah lingkungan yang ditimbulkan dari aktivitas pertambangan batu bara serta masalah sosial antar kampung.
“Sebab, tapal batas antarkampung juga sampai saat ini belum disepakati,” kata Tere.
Baca juga: Warga Seluma Tolak Tambang Pasir Besi, PT FBA Janji Penuhi Permintaan Warga
Pada Agustus 2018 Pemprov Kaltim merespon penolakan warga, dengan memfasilitasi dialog antar warga dan perusahaan.
Tere juga Markus menyebutkan, dalam pertemuan tersebut, PT Kencana Wilsa berkomitmen untuk tidak menambang di wilayah kampung Ongko Asa sebagaimana dituangkan dalam surat pernyataan PT Kencana Wilsa nomor: 012/KW-Smd/Dir/IV/2018.
Dalam surat tersebut, seperti yang dikirim ke Kompas.com, PT Kencana Wilsa menyatakan tak akan menambang di wilayah kampung Ongko Asa karena tidak ekonomis. Diyan membenarkan surat pernyataan itu.
“Kami memang pernah bikin surat pernyataan tidak menambang di wilayah kampung Ongko Asa. Tapi misalnya sekarang kami diperbolehkan, ada warga yang lahannya mau dibebaskan ya kami masuk,” kata dia.
“Tapi kalau mereka tidak mau, ya tidak masalah juga, kan kami belum gerak juga,” tambah dia.
Hutan Ibu bagi Masyarakat Dayak
Kampung Ongko Asa mayoritas dihuni masyarakat suku Dayak Tunjung. Letaknya kurang lebih 12 kilometer dari Sendawar, ibu kota Kabupaten Kutai Barat. Kampung ini masuk Kecamatan Barong Tongkok.
Markus bilang masyarakat Ongko Asa punya hutan adat tak jauh dari titik operasi PT Kencana Wilsa. Mereka takut hutan adat, juga lahan pertanian rusak karena aktivitas tambang batu bara.
“Alasan kami menolak karena mengancam sumber mata air, ladang dan hutan adat kami,” terang Markus.
Baca juga: Longsor di Kawasan Tambang Ilegal Maluku, 2 Bocah Kembar dan Ayahnya Ditemukan Tewas
Markus menjelaskan, hutan bagi masyarakat suku Dayak adalah ibu yang memberi kehidupan. Tak heran, masyarakat suku Dayak Tunjung di Ongko Asa punya ritual khusus menjaga hutan. Ritual pakan talun, namanya.
Ritual ini diadakan untuk memberi makan penjaga hutan sekaligus meminta izin jika membongkar hutan untuk keperluan pembangunan. Karena itu, ritual ini dianggap sebagai penghormatan masyarakat dayak terhadap hutannya.