Selain itu petani juga membeli tandan sawit kering atau jankos dari pabrik yang harganya Rp 600.000 per truk.
"Jangkos jadi alternatif daripada tidak dipupuk sama sekali. Tapi ini juga kurang nutrisinya sehingga panen diprediksi berkurang," ucap Tarmizi.
Tarmizi berharap, Kementan, Kemenkeu, Kemendag membuat regulasi dalam memenuhi kebutuhan petani, khususnya kelapa sawit dengan harga TBS yang harus stabil di angka Rp 3.000 per kilogram.
"Untuk DPRD diharapkan bisa merancang perda khusus perlindungan petani sawit rakyat. Saran, segera dibuat lembaga atau badan otonom independen semacam komisi atau badan pemantau yang diisi oleh publik, apalagi sawit menyumbang devisa yang besar bagi negara," ungkap Tarmizi.
Sementara, Indra, petani sawit di Bangka Tengah, mengaku kebutuhan akan pupuk pabrikan terpaksa ditekan karena melonjaknya harga.
Indra tak mampu lagi membeli pupuk dalam jumlah banyak karena penghasilan tidak seimbang.
"Kabarnya perang Rusia-Ukraina juga menyebabkan pupuk impor mahal," ujar Indra.
Menurut Indra, harga jual sawit yang berkisar Rp 2.500 sampai Rp 3.000 per kilogram tidak bertahan lama.
Kemudian harga anjlok di kisaran Rp 700 sampai Rp 1.000 per kilogram.
Acuan pembelian terendah di tingkat petani Rp 1.650 per kilogram juga belum dirasakan.
"Banyak yang sengaja tidak panen karena harga hancur," ujar dia.
Indra berharap, pemerintah bergerak cepat memperbaiki tata kelola industri sawit agar predikat sebagai pemimpin pasar dunia berbanding lurus dengan naiknya harga di tingkat petani.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.