JAMBI, KOMPAS.com - Kriminolog Ferdricka Nggeboe menilai, kasus pembunuhan Brigadir J masih gelap. Dari keilmuan kriminologi fakta kasus Brigadir J yang muncul ke permukaan baru 5 persen.
Untuk itu, ia mendukung Polri membentuk Tim Pencari Fakta (TPF).
"Keterangan polisi yang ada, tidak membuat kasus terang dan transparan, melainkan menimbulkan banyak pertanyaan," kata Ketua Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki) Jambi, Ferdricka melalui sambungan telepon, Rabu (13/7/2022).
Baca juga: Menangis Sepanjang Malam, Kesehatan Orangtua Brigadir J Melemah
Namun syaratnya, TPF ini harus terdiri dari beberapa unsur.
"Syaratnya TPF harus ada perwakilan dari keluarga korban, lembaga independen, Kompolnas dan tentunya pihak kepolisian," beber dia.
Ia mengatakan, bila melihat dari ilmu krimonologi dengan teori sebab akibat, keberadaan Brigadir J dalam kamar pribadi di rumah dinas adalah akibat.
Maka, rangkaian peristiwa sebelum dia muncul di kamar itu perlu diungkap oleh saksi kunci, yakni Bharada E dan isteri Kadiv Propam, sebagai sebab.
Fakta lain yang perlu diungkap adalah apakah Brigadir J meninggal di tempat, saat terjadi baku tembak.
Kemudian jarak waktu antara peristiwa baku tembak yakni sekitar pukul 17.00 WIB, Jumat (8/7/2022) dengan pengungkapan kematian Brigadir J ke publik, Sabtu (9/7/2022).
Baca juga: Alasan Polri Baru Rilis Kasus Kematian Brigadir J Setelah 2 Hari: Yang Penting Penanganannya
Dalam ranah rekayasa hukum, 1 jam bisa membuat rekayasa sesuai keinginan aktor intelektual. Termasuk pelaku, tempat kejadian perkara dan saksi bahkan fakta peristiwa bisa berubah sampai 360 derajat.
"Dalam kasus Brigadir J, rentang waktunya cukup jauh ya. Lebih dari 12 jam. Artinya segala kemungkinan bisa terjadi," kata Ferdricka.
Kemudian TKP yang tidak dipasang garis polisi dan seseorang bisa dengan mudah memasuki TKP dan ini berpotensi menghilangkan barang bukti.
Untuk mencari kebenaran dan membuat kasus semakin terang, dirinya mendukung kebijakan Kapolri yang membentuk tim pencari fakta (TPF).
Baca juga: Kapolda Jambi Datang ke Rumah Duka Brigadir J, Sempat Pimpin Doa di Makam
Dirinya menilai, apabila dipersentase secara kriminologi, fakta yang muncul ke publik saat ini, baru 5 persen.
Dengan demikian, Brigadir J jangan distigma sebagai pelaku pelecahan seksual.
Apabila ingin menyebut Brigadir J sebagai pelaku pelecehan seksual, maka harus disertai bukti permulaan yang kuat.
"Peluang perubahan dari pelaku ke korban murni terbuka lebar, akurasinya bisa 100 persen dapat berubah dari yang ada di publik saat ini," kata dosen Universitas Batanghari ini.
Setelah semua dibuka secara transparan dan independen, maka dirinya optimistis aktor intelektual dari peristiwa tersebut dapat terungkap.
Sebelumnya diberitakan, Brigadir J meninggal dunia. Dia diduga melakukan pelecehan di dalam kamar dengan menodongkan senjata ke kepala istri Kadiv Propam, Jumat (8/7/2022).
Baca juga: Ayah Brigadir J: Kalau Enggak Dipanggil, Mana Mungkin Dia Masuk Kamar Istri Irjen Ferdy Sambo
Kemudian, istri Kadiv Propam berteriak. Brigadir J pun panik dan keluar dari kamar.
Anggota polisi, Bharada E yang sedang berada di bagian rumah lantai atas pun mencari tahu suara teriakan itu.
“Setelah dengar teriakan, itu Bharada E itu dari atas, masih di atas itu bertanya ‘Ada apa bang?’ Tapi langsung disambut dengan tembakan yang dilakukan oleh Brigadir J,” ucap Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan.
Selanjutnya, terjadi baku tembak antara Brigadir J dan Bharada E. Dari kejadian ini, Brigadir J meninggal dunia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.