SOLO, KOMPAS.com - Bentara Budaya bekerja sama dengan Penerbit Buku Kompas, ISI Surakarta dan, Bali Ndeso menggelar acara peluncuran & bedah buku Panggung, Sosok dan Seni "Catatan Jurnalistik Ardus M Sawega" di Ruang Seminar Gedung Pascasarjana ISI Surakarta, Solo, Jawa Tengah, Rabu (13/7/2022).
Hadir sebagai pembicara peluncuran dan bedah buku Panggung, Sosok dan Seni Catatan Jurnalistik Ardus M Sawega yakni Kurator Bentara Budaya Efix Mulyadi dan Dosen Etnomusikologi ISI Surakarta, Aton Rustandi Mulyana.
Kurator Bentara Budaya Efix Mulyadi mengatakan, buku ini berisi tentang luasnya perhatian Ardus terhadap kebudayaan dan menjalani pekerjaannya dengan kecintaan.
Baca juga: Bedah Buku KPG: Media Sosial dan Ancaman Demokrasi di Era Post-truth
Buku Panggung, Sosok dan Seni dengan ketebalan 426 halaman ini terdapat kumpulan tulisan Ardus M Sawega dalam kurun waktu era 70-an sampai era 2000-an.
Ardus M Sawega merupakan wartawan yang memiliki perhatian lebih pada wilayah seni budaya.
Perhatian pada wilayah seni budaya tertanam dari dini, dikarenakan Ardus tinggal di Solo, sebuah kota yang cukup tua tempat berkembangnya seni budaya.
Kesenian memang wilayah yang kurang mendapat perhatian dari media mau pun wartawan. Mereka yang berada dalam wilayah seni haruslah memiliki kecintaan lebih, tidak sekadar suka.
"Jadi dia (Ardus) punya passion terhadap kesenian. Dia punya simpati yang besar bukan hanya terhadap wayang orang yang disebut tidak punya masa depan, tapi terhadap semua orang yang berjuang untuk meproduksi karya seni, itu dia simpati," kata Efix usai peluncuran buku.
Menyukai pekerjaan yang dilakoni menjadi modal Ardus dalam menunjukkan berbagai tulisan yang menampilkan kegiatan seni, atau tokoh seni.
Baca juga: Dubes RI untuk Austria Bedah Buku Diplomasi Membumi: Narasi Cita Diplomat Indonesia”
"Modal dasarnya kepekaan. Dan kepekaan itu bisa didapat dari kehidupan sehari-hari," ungkap Efix.
Sebagai wartawan Ardus tidak sekedar reportase semata, namun memberi gambaran yang dalam tentang tema tulisan.
Tulisan-tulisan tersebut memberikan gambaran tentang perkembangan seni budaya di Indonesia, terkhusus Solo dengan segala kompleksitasnya.
Catatan ini menjadi penting, bukan saja sebagai dokumentasi, namun memberi gambaran kalau kesenian sering kali tidak terduga kehadirannya di masyarakat.
Dinamika yang muncul tentu saja tidak semata-mata dipotret lewat tulisan, ekosistem kesenian waktu itu memungkinkan Ardus mampu mencatat berbagai peristiwa.
Ekosistem inilah menjadi dukungan bagi Ardus untuk menghadirka banyak peristiwa ke tingkat nasional lewat tulisan, terutama tulisan di Kompas.
Baca juga: UNJ Bedah Buku Darul Misaq Maruf Amin: Jalan Tengah Pandangan Islam dan NKRI