"Apa yang menjadi temuan kami di lapangan inilah yang menjadi alasan kami melaporkan dugaan eksploitasi anak di pacuan kuda yang diselenggarakan di sana semua kalangan tengah memperjuangkan memberhentikan pengunaan joki anak dalam setiap pacuan," terang Yan.
Di hari yang sama, Gubernur NTB Zulkieflimansyah mengeluarkan pernyataan di akun Instagramnya @zulkieflimansyah.
Gubernur mengatakan bahwa joki anak dan pacuan kuda di NTB terlihat sederhana, namun sesungguhnya tidak semudah yang dibayangkan para pembela hak-hak anak.
"Butuh waktu dan kesabaran untuk menata dan megubahnya. Pacuan kuda dengan joki anak atau joki cilik sudah membudaya dan menjadi tradisi turun temurun yang usianya puluhan bahkan ratusan tahu," kata Zulkieflimansyah dalam akun tersebut.
Baca juga: Kelar Desember, Ini Deretan Manfaat Bendungan Beringin Sila di NTB
Atas dasar itu, kata Gubernur, tidak mudah melarang menggunakan joki cilik dalam pacuan kuda tradisional.
"Jadi kalau melarang penggunaan joki cilik dalam pacuan kuda tradisional sama saja dengan menodai dan menganggu tradisi, terlalu vulgar dan demonstratif melarang joki cilik, maka kita akan berhadapan dengan perlawanan 'kultur' yang serius dan tidak mudah," kata Gubernur.
Gubernur juga mengakui, di sisi lain, mereka yang paham mengenai pendidikan dan hak anak tentu akan membela dan melarang anak-anak yang seharusnya bermain dan belajar, di usia belia tidak diharapkan menyabung nyawa di atas kuda apalagi dieksploitasi atas nama hobi dan tradisi.
"Saya pribadi termasuk pada posisi yang kedua ini, saya terus terang tidak setuju daerah-daerah kita mengunakan joki cilik ini ke depan, anak-anak kita sudah saatnya tidak boleh jadi korban atas nama tradisi dan lain-lain," kata Zulkieflimansyah.
"Tapi mengubah drastis atau melarang tradisi joki cilik bisa juga berbahaya. Karena masyarakat akan diam-diam tetap melaksanakan kegiatan pacuan kuda dengan joki cilik. Bahaya karena fasilitas kesehatan dan keamanan akan minim bahkan tidak ada.
Baca juga: UPDATE Covid-19 di Jatim, DIY, Bali, NTB, NTT, Kalbar, dan Kalsel 12 Juli 2022
Lalu solusinya seperti apa?
Harus ulai mengarah ke joki besar sesuai standar Pordasi. Dan ini perlu waktu dan kita sudah mulai berubah ke arah sana. Di beberapa pacuan kuda terakhir sudah ada aturan joki tak boleh lagi terlalu kecil. Minimal 12 tahun dan safetynya tidak main-main.
Apalagi kalau ada yang berlaga sekarang sudah banyak kuda-kuda besar, dan tidak mungkin mengunakan joki anak lagi, tapi kalau untuk kuda-kuda kelas TK A, TK B, OA dan OB mungkin joki anak meski bisa berlaga, karena memang kudanya kecil dan relatif tidak berbahaya, bisa juga ditunggangi orang yang lebih besar. Meski tidak berbahaya tetap safetynya harus maksimal," katanya.
"Dan saya sudah usulkan ke Ketua Pordasi NTB untuk membuat sirkuit standar nasional yang larinya belok kanan dengan menggunakan kuda kelas besar sesuai standar Pordasi. Kalau ini dilakukan maka penggunaan joki cilik akan berkurang bahkan tidak ada lagi," ujar dia
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.