Seperti di kilo lima arah Samboja - Sepaku, kami menemui beberapa pria sedang memasukan batu bara ke karung menggunakan sekop.
Menurut keterangan mereka, batu bara itu dikeruk dari Bukit Tengkorak, seperti disebutkan Samin, lalu dibawa ke lokasi itu diisi dalam karung kemudian dibawa ke Balikpapan menggunakan truk kontainer.
Baca juga: Presiden Jokowi: Adanya Proyek Bendungan Ini, Pembangunan Dasar IKN Telah Dimulai
Di lokasi kami berdiri, sejauh mata memandang, tampak lahan gundul terbuka dari berbagai sisi, menyisahkan sedikit pepohonan. Lahannya seperti bekas digaruk alat berat.
Tak jauh dari titik ini, masih dalam kawasan sekitar IKN, tepatnya kilometer 43 Taman Hutan Raya (Tahura), Bukit Soeharto, Samboja, juga jadi incaran penambang ilegal.
Teranyar, 11 orang ditangkap tim Gakkum KLHK, 3 di antaranya ditetapkan tersangka, Minggu (20/3/2022). Dua eksavator ikut ditahan.
Tahun sebelumnya, di lokasi sama, tim Gakkum juga menangkap pelaku lain, inisial RD dan sudah divonis penjara empat tahun. Sementara, untuk tahun ini dua kasus masih berproses hukum.
Tetapi, bagi Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, pengungkapan kasus itu, hanya sedikit dari kasus lain yang tak tersentuh hukum.
Jatam Kaltim mencatat sepanjang 2018-2021, ada 151 titik tambang ilegal berhasil diidentifikasi. Sebanyak 67 titik berada di kawasan IKN.
"Tapi jarang tersentuh hukum. Apalagi penambangan ilegal ini dilakukan terang-terangan depan mata, tapi seperti kebal hukum," ungkap Dinamisator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang.
Oleh karena itu, ia meragukan komitmen pemerintah maupun aparat polisi serius memberantas tambang ilegal.
Hal lain, kata Rupang, pemerintah suka gembar - gembor pemulihan lingkungan di kawasan IKN, tapi di lain sisi, kerusakan lingkungan terjadi depan mata oleh pertambangan batu bara ilegal, seperti dibiarkan.
"Jadi, bagaimana bisa masyarakat percaya bahwa pembangunan IKN ini akan memperkuat pengawasan, merehabilitasi lingkungan, menyejahterakan warga, sementara di sisi lain kejahatan lingkungan terjadi telanjang di depan mata, tetapi tidak ada yang tersentuh hukum," tegas Rupang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.