Ning Mundul masih bersikap tenang dan menyanggupi permintaan perampok termasuk membawa istrinya, asal perampok itu mau adu kesaktian dengannya.
Kemudian, Ning Mundul meminta kapten perampok untuk adu lari cepat sepanjang pantai dari rumahnya menuju rumah di ujung kampung sebanyak tiga putaran. Yang tercepat akan menjadi pemenangnya.
Kapten perampok menganggap enteng tantangan yang diajukan Ning Mundul.
Setelah beberapa putaran, Ning Mundul berhasil mendahului kapten perampok, ia berlari sangat cepat dan terlihat biasa saja. Sedangkan, kapten perampok terlihat sangat kelelahan dengan nafas tersengal-sengal.
Baca juga: Legenda Si Lancang, Kisah Anak yang Durhaka Kepada Ibunya
Kemudian, Ning Mundul mengajak bertanding adu ponco atau bapacan. Dalam kompetisi ini, kapten perampo kembali mengalami kekalahan.
Masih penasaran dengan kesaktian Ning Mundul, kapten perampok kembali mengajak adu ponco pelaut atau panca laut.
Kembali, kapten perampok mengalami kekalahan. Kali ini, kapten mulai mengakui kekuatan Ning Mundul.
Pertandingan terakhir adalah menebas tamiang. Tamiang ini harus terpotong dengan sekali tebas. Keduanya sepakat boleh menggunakan senjata masing-masing.
Kapten perampok gagal menebas tamiang dengan sekali tebas, meskipun senjata yang digunakan sangat tajam.
Giliran Ning Muncul yang menggunakan mandau (senjata khas Kalimantan). Ning Muncul secepat kilat menebas tamiang, tamiang yang ditebas Ning Muncul juga terlihat tidak langsung terpotong.
Kapten perampok yang mengetahui hal tersebut tertawa kesenangan, mengira bahwa lawannya telah gagal menebas tamiang.
Ternyata dengan dorongan satu ibu jari, taming itu langsung roboh dan terbelah menjadi dua.
Baca juga: Cerita Rakyat Roro Kuning
Kepala perampok terkejut akan hal itu dan menyadari kekalahannya.
Lalu, kapten perampok mengakui kekalahannya dan meminta maaf telah bermaksud akan mengambil istri Ning Muncul.
Kemudian, kapten perampok menjadikan Ning Muncul sebagai saudara angkatnya. Ning Muncul menerima persaudaraan itu dengan tangan terbuka. Warga pun menerima niat baik perampok dan anak buahnya.
Berkat kekuatan dan kerendahan hati, Ning Mundul berhasil mengubah tabiat kapten perampok sombong. Kini, kapten kapal selalu membela kebenaran dan baik hati seperti Ning Mundul, begitu juga kawan-kawannya.
Ning Mundul makin disegani warga kampungnya. Kampung tersebut pun dikenal dengan nama Uka-Uka. Nama itu berasal dari panggilan istri Ning Mundul kepada suaminya saat akan diculik kawanan perampok, "Uu kaa...Uu Kaa", yang artinya "Oo Kak...Oo Kak".
Sumber:
https://gln.kemdikbud.go.id/glnsite/wp-content/uploads/2017/10/Cerita-Asal-Usul-Nama-Kampung-Uka-Uka.pdf
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.