NUNUKAN, KOMPAS.com – Pemerintah Daerah Nunukan, Kalimantan Utara, terus mencoba merumuskan solusi atas kebijakan penghapusan tenaga honorer sebagaimana tertuang dalam surat Menteri PANRB No. B/185/M.SM.02.03/2022 terkait Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Wakil Bupati Nunukan, Hanafiah, mengatakan, Pemkab Nunukan cukup dilematis dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut.
Pasalnya, Kabupaten Nunukan yang merupakan wilayah perbatasan dan terisolasi, memiliki lebih banyak honorer ketimbang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Baca juga: Suara Tembakan Runtuhkan Nyali Guru Honorer Pengedar Sabu di Bengkulu
"Pemkab tetap berusaha mencari solusi bagi honorer, agar tidak begitu saja keluar. Keinginan kita, mereka tetap bisa bekerja. Masalahnya, ketentuan itu diatur oleh pusat. Jadi kita menunggu perkembangan terbaru, siapa tahu nanti ada perubahan di tengah perjalanan, beberapa bulan ke depan," ujarnya, Kamis (30/6/2022).
Hanafiah menegaskan, permasalahan ini, butuh kebijakan dan pemikiran serius, apalagi memiliki efek domino yang tidak sederhana.
Penghapusan tenaga honorer dipastikan berdampak pada mental dan sosial, terutama ekonomi keluarga para honorer.
"Artinya tidak sederhana, karena menyangkut masyarakat dan anak-anak kita yang sudah lama mengabdi di pemerintahan. Mereka sudah banyak berkiprah, dan tentu banyak kontribusi yang mereka berikan. Hal itu tidak bisa kita anggap remeh. Melalui tenaga mereka, setiap OPD banyak terbantu," jelasnya.
Dari data Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Nunukan, tercatat ada 3.787 PNS. Sementara jumlah tenaga honorer sebanyak 5.833 orang.
Hanafiah menegaskan, sampai kebutuhan pegawai untuk Kabupaten Nunukan terpenuhi, maka keberadaan tenaga honorer masih tetap menjadi kebutuhan.
Baca juga: Dihapus pada 2023, Honorer Pemkab Madiun Diusulkan Diangkat Jadi PPPK
Hanafiah tetap optimistis, meskipun imbauan Kemenpan untuk penghapusan honorer, bersifat tegak lurus, atau sebuah keharusan.
Tetapi ia tetap yakin, di tengah perjalanan, tentu ada argumentasi yang bisa disampaikan.
"Kata orang hanya kitab suci yang tidak bisa diubah. Artinya kita tetap optimistis siapa tahu ada perubahan di tengah jalan. Kita sangat terbantu tenaga honorer. Kalau tidak ada mereka, akan sulit," kata dia.
Lebih jauh, Hanafiah mengatakan, untuk mengakomodasi para honorer di Nunukan sebagai PPPK ada banyak hal yang butuh pertimbangan matang.
Untuk diangkat sebagai PPPK, syaratnya harus lulus seleksi jenjang pendidikan, tidak melebihi batas usia yang disyaratkan, dan wajib mengikuti tes.
Di pelosok perbatasan RI–Malaysia ini, kata dia, mayoritas honorer hanya lulusan SMA sederajat. Hal ini menjadi hambatan dan kendala utama untuk memenuhi sarat sarat tersebut diatas.
Baca juga: 439 Tenaga Honorer Akan Diangkat Jadi ASN, Begini Penjelasan Pj Gubernur Papua Barat
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.