NUNUKAN, KOMPAS.com – Kepolisian Resor Nunukan Kalimantan Utara, akhirnya mengamankan ekskavator yang diduga digunakan untuk menambang pasir pantai ilegal, di pesisir Sei Manurung, Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara.
Saat ini, alat berat tersebut diamankan di Mapolsek Sebatik Timur, dan prosesnya dalam tahap penyidikan.
‘’Masih butuh waktu untuk menentukan tersangka. Proses penyidikan berjalan, dan alat bukti sementara sudah kita amankan,’’ujar Kanit Tipidter Polres Nunukan Ipda Andre Azmy Azhari, Kamis (30/6/2022).
Baca juga: Lokasi Tambang Pasir Ilegal di Pesisir Lumajang Digerebek, 15 Truk dan 2 Ekskavator Disita
Andre menegaskan, polisi telah melakukan pengawasan secara intensif di lokasi penambangan pasir pantai ilegal di Pulau Sebatik.
Alat berat yang kini berada dalam penjagaan polisi, sebelumnya dikejar dan diamankan jauh dari lokasi penambangan.
Andre menegaskan, diamankannya alat tersebut menjadi sebuah peringatan, bahwa aktivitas tersebut ilegal, dilarang, dan berakibat abrasi yang mengikis garis pantai, sehingga berdampak luas pada lingkungan.
Para penambang ilegal pasir pantai di Sebatik, bertanggung jawab atas kerusakan tanaman dan perumahan warga pesisir.
‘’Ancamannya ada pada Pasal 158 jo pasal pasal 35 UURI Nomor 3 tahun 2020. Kita masih lakukan penyidikan,’’jelasnya.
Baca juga: Adang Ekskavator Saat Proyek Pengembangan Hutan Bowosie Dimulai, Warga: Hargai Kami
Penambangan pasir pantai ilegal di Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, ramai dipersoalkan masyarakat.
Sempat bubar pada Juni 2021 akibat pelarangan oleh aparat dan DPRD Nunukan, kini penambangan manual yang tadinya dilakukan di Pantai Sei Manurung, berpindah ke Pantai Sungai Batang, Jalan Batu Lamampu, RT 11 Desa Tanjung Karang, Sebatik Induk.
Penambangan dilakukan menggunakan alat berat.
Aktivitas penambangan ilegal di Pulau Sebatik disinyalir mulai dilakukan sejak 2008.
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Nunukan mencatat ada pergeseran wilayah Pantai Sebatik sekitar 60 sampai 70 meter akibat aktivitas tersebut.
Hasil hitungan DLH dari visual drone dan pemetaan, imbasnya lebih dari 1 hektar.
Dan jika melihat peta citra satelit, perbandingan tahun 2018 dengan 2020, garis Pantai Sebatik, bergeser cukup signifikan.
Laut di lokasi penambangan kehilangan massa pasir, sehingga empasan ombak, jauh lebih kuat dan lebih merusak.