KOMPAS.com - Pemerintah bakal menerapkan aplikasi MyPertamina untuk masyarakat yang ingin membeli Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis pertalite dan solar bersubsidi.
Baca juga: Begini Ribetnya Membeli Minyak Goreng di Pasar Tradisional Pakai PeduliLindungi
Untuk uji coba tahap I yang dilakukan 1 Juli, ada dua provinsi yang akan memulainya, yaitu Sumatera Barat yang meliputi Kota Bukittinggi, Kabupaten Agam, Kabupaten Padang Panjang, Kabupaten Tanah Datar, serta Jawa Barat meliputi Kota Bandung, Kota Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, dan Kota Sukabumi.
Lalu bagaimana tanggapan masyarakat serta pengusaha SPBU terkait kebijakan itu?
Baca juga: Tidak Punya Aplikasi MyPertamina, Masyarakat Harus Daftar via Website untuk Beli Pertalite dan Solar
Edi (40), salah seorang warga Padang Panjang mengaku bingung dengan kebijakan yang dikeluarkan Pertamina itu.
Baca juga: Cara Beli Pertalite Pakai Aplikasi MyPertamina
"Bingung, belum tahu seperti apa penerapannya. Lalu kenapa tiba-tiba diumumkan?" kata Edi saat dihubungi Kompas.com, Senin (28/6/2022).
Baca juga: Beli Pertalite dan Solar Pakai Aplikasi MyPertamina, Simak Caranya
Edi mengatakan, jika memang jadi diterapkan, bagaimana dengan warga yang tidak memiliki ponsel karena masih banyak warga yang miskin.
"Kemudian bagaimana dengan warga selain empat daerah itu membeli pertalite dan solar di empat daerah itu. Apakah mereka tidak bisa membeli?" kata Edi.
Menurut Edi, kebijakan tersebut harus disosialisasikan sehingga warga nantinya tidak bingung.
Warga Bukittinggi, Hendri (39) juga merasakan hal yang sama.
"Jelas bingung lah dan tambah ribet saja. Sudah lah mendapatkan pertalite dan solar susah, sekarang ditambah lagi harus mendaftar pula," kata Hendri.
Hendri juga mempertanyakan tujuan dikeluarkannya kebijakan itu. Jika hanya bertujuan agar BBM itu tepat sasaran, maka menurut dosen salah satu perguruan tinggi itu, harusnya Pertamina memperketat pengawasan di SPBU.
"Sumber ketidaktepatan sasaran itu ada di SPBU. SPBU yang menerapkannya. Jadi harusnya Pertamina meningkatkan pengawasan di SPBU ini," kata Hendri.
Hendri mengatakan, regulasi sekarang sudah cukup bagus, tinggal penerapannya saja yang perlu diperketat.
"Regulasinya sudah ada. BBM subsidi itu diperuntukkan bagi orang kurang mampu. Nah, harusnya di SPBU ini diterapkan. Mobil mewah tidak boleh, truk roda lebih dari enam tidak boleh. Tangki modif tidak boleh. Kalau ini diterapkan pasti tepat sasaran," kata Hendri.
Menurut Hendri, kebijakan pakai aplikasi MyPertamina tidak efektif jika pengawasan di SPBU tidak maksimal.
"Saya rasa sama saja jika pengawasan di SPBU tidak maksimal. Kuncinya di SPBU," kata Hendri.
Luki Hermansyah (28), salah seorang pengendara yang mengisi bahan bakar di SPBU Cinunuk, mendukung program tersebut.
Ia melihat, penerapan sistem digital tersebut diyakini bisa mengontrol pasokan serta pengeluaran BBM.
"Saya dengar dan baca di media juga. Secara pribadi saya dukung, karena kita tahu kemarin pertalite sempat langka. Hal ini bagus buat saya, agar lebih terkontrol saja pengeluaran dan ketersediaan BBM kita," kata Luki.
Kendati menyetujui, dia menyebut aplikasi MyPertamina harus diperuntukan sesuai target.
"Mana yang layak menggunakan BBM bersubsidi dan tidak itu harus bisa disaring oleh aplikasi itu," ujarnya.
Jika masih tetap tak bisa menyaring pengguna, kata Luki, lebih baik aplikasi tersebut tak usah digunakan.
Berbeda dengan Luki, pengendara bernama Elvan Arifin Soleh (34) tidak sepakat dengan penggunaan aplikasi MyPertamina.
Ia menganggap penggunaan aplikasi tersebut akan semakin menyulitkan pengendara.
"Buat saya justru tambah ribet, kondisinya tidak pas aja, sosialisasinya terlalu mendadak," ujarnya.