Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Feradis Nurdin
PNS

Perencana pada Bappedalitbang Provinsi Riau

Lumpy Skin Disease Ancam Ketahanan Pangan

Kompas.com - 28/06/2022, 09:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

LUMPY Skin Disease (LSD) atau penyakit kulit berbenjol adalah penyakit yang biasanya menyerang ternak sapi dan kerbau.

Di Indonesia, LSD pertama kali ditemukan di Provinsi Riau, tepatnya di Kabupaten Indragiri Hulu pada 9 Februari 2022, lalu menyebar ke kabupaten dan bahkan ke provinsi lainnya.

Penyakit ini disebabkan Lumpy Skin Disease Virus (LSDV), virus bermateri genetik DNA dari genus Capripoxvirus dan famili Poxviridae.

LSD merupakan penyakit hewan menular, namun tidak termasuk golongan zoonosis atau tidak menular kepada manusia.

LSD dapat menular ke hewan lainnya melalui kontak dengan lesi kulit. Virus LSD juga diekskresikan melalui darah, leleran hidung dan mata, air liur, semen dan susu. Selain itu, penularan juga dapat terjadi secara intrauterine.

Secara tidak langsung, penularan terjadi melalui peralatan dan perlengkapan yang terkontaminasi virus LSD seperti pakaian kandang, peralatan kandang, insemination gun, dan jarum suntik.

Penularan secara mekanis terjadi melalui vektor, yaitu nyamuk (genus aedes dan culex), lalat (Stomoxys sp, Haematopota spp, Hematobia irritans), migas penggigit dan caplak (Riphicephalus appendiculatus dan Ambyomma heberaeum).

Di dunia, LSD pertama kali ditemukan di Zambia, Afrika, pada 1929 dan terus menyebar di benua Afrika, Eropa dan Asia.

Pada 2019, LSD dilaporkan terjadi di China dan India, kemudian satu tahun setelahnya dilaporkan di Nepal, Myanmar dan Vietnam.

Pada 2021, kejadian LSD dilaporkan di Thailand, Kamboja dan Malaysia, dan pada 2022 ditemukan di Indonesia.

Penyakit hewan ini memiliki masa inkubasi 2-5 minggu dengan tingkat morbiditas antara 10-45n mortalitas sekitar 1-10 persen.

Hewan yang terinfeksi LSD menunjukkan beberapa gejala seperti demam, timbulnya benjolan-benjolan pada kulit dengan batas yang jelas, sehingga penyakit ini disebut juga penyakit kulit berbenjol, keropeng pada hidung dan rongga mulut serta pembengkakan pada kelenjar pertahanan.

Pada ternak yang terinfeksi dapat sembuh total dalam waktu lebih kurang enam bulan, namun sampai saat ini belum ada obat khusus untuk menanggulangi virus ini.

Pengobatan untuk LSD bersifat symptomatik untuk mengobati gejala klinis yang muncul dan suportif untuk memperbaiki kondisi tubuh ternak yang terinfeksi.

LSD merupakan penyakit eksotik yang dapat menimbulkan dampak kerugian ekonomi yang sangat besar.

Kerugian tersebut disebabkan oleh penurunan produksi ternak baik produksi daging maupun susu karena ternak tidak punya nafsu makan.

Selain itu, kasus klinis membuat hewan lemah, penurunan berat badan, kerusakan kulit permanen, keguguran (abortus), infertilitas temporer/permanen pada ternak jantan, kematian ternak dan penurunan harga ternak.

Kerugian lainnya, yaitu terganggunya perdagangan ternak dan produk ternak, biaya yang besar untuk pengendalian dan pemberantasan LSD serta terganggunya stabilitas pangan dan ketenteraman masyarakat.

Hal ini berakibat, selain kerugian yang diderita oleh masyarakat peternak dan pengusaha juga dialami oleh pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Kebijakan pengendalian dan penanggulangan LSD

Untuk mencegah meluasnya penyebaran LSD, pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk pengendalian LSD berupa pembatasan lalu lintas ternak rentan LSD, surveilans dan investigasi, vaksinasi (80 persen populasi di daerah terinfeksi).

Selain itu, Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) kepada peternak dan pemangku kebijakan, pengendalian vektor penular LSD dan peningkatan biosekuriti.

Biosekuriti di peternakan harus dilaksanakan dengan disiplin. Upaya tersebut dilakukan dengan menjaga kondisi tubuh ternak agar tetap sehat dengan mencukupi kebutuhan pakan dan menyediakan kandang yang nyaman bagi ternak.

Mengupayakan kandang tetap dalam keadaan bersih, kering dan hangat, menjaga kebersihan kandang dan lingkungannya.

Membersihkan sampah, sisa-sisa makanan dan kotoran ternak baik padat maupun cair setiap hari agar tidak menjadi sarang serangga penghisap darah, seperti nyamuk, caplak dan lalat karena serangga merupakan salah satu vektor yang menularkan penyakit LSD.

Lalu melakukan penyemprotan (spraying) kandang dengan antiserangga dan merendam ternak (dipping) dalam larutan insektisida secara berkala.

Pada daerah wabah tindakan pengendalian dan penanggulangan berupa pengamatan dan pengidentifikasian, pencegahan, pengamanan, pemberantasan dan pengobatan hewan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pencegahan LSD secara spesifik dilakukan dengan vaksinasi. Sebagian besar vaksin LSD bersifat live attenuated, namun ada juga dalam bentuk inaktif.

Untuk percepatan vaksinasi di seluruh daerah tertular dapat ditempuh dengan strategi meningkatkan kegiatan sosialisasi dan KIE untuk meningkatkan antusias masyarakat/peternak untuk mengikuti vaksinasi, melibatkan seluruh petugas di lapangan (inseminator, paramedik kesehatan hewan, dan medik veteriner) secara massal, dukungan dari aparat desa, obat-obatan supportif vaksinasi, operasional lapangan untuk mobilisasi sumber daya manusia (SDM) dan meningkatkan sarana prasarana cold chain (penyimpanan vaksin).

Dalam upaya pengendalian LSD, terdapat beberapa hambatan yang dihadapi, yaitu sebagian besar ternak dipelihara secara semi ekstensif dan ekstensif sehingga menyulitkan dalam menangani ternak.

Akses jalan ke lokasi ternak yang jauh dan cukup sulit untuk ditempuh, keterbatasan obat-obatan suportif, keterbatasan sarana prasarana dan SDM Pos Check Point antar provinsi.

Lalu kewenangan petugas check point yang terbatas, dana operasional mobilisasi vaksinasi yang terbatas, dan sarana prasarana biosekuriti yang terbatas.

Untuk percepatan pengendalian dan penanggulangan LSD di Indonesia, maka faktor-faktor penghambat tersebut harus ditekan seoptimal mungkin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com