PADANG, KOMPAS.com - Sengketa tanah antara masyarakat Jawa Trans Repatrian (pengungsi) Suriname di Nagari Aia Gadang, Pasaman Barat, Sumatera Barat dengan PT Tunas Rimba Raya (TRR) tak kunjung selesai.
Badan Akuntabilitas Publik (BAP) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI yang sudah memfasilitasi persoalan itu hampir sembilan tahun kewalahan menuntaskannya.
Terakhir dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang difasilitasi DPD RI pada Kamis (23/6/2022), pihak PT TRR tidak hadir di Kantor Gubernur Sumbar.
Baca juga: Sengketa Tanah Ratusan Miliar Rupiah, Kakek yang Tewas Setelah Diteriaki Maling
"Mereka tidak hadir. Kita beri peringatan keras yang kita tembuskan ke Kapolda dan Gubernur Sumbar," kata Wakil Ketua BAP DPD RI, Asyera Respati A Wundalero yang memimpin RDP tersebut, Kamis (23/6/2022).
Peringatan keras diberikan kepada PT TRR agar koperatif menyelesaikan sengketa. Jika tidak, kasus akan diserahkan ke ranah hukum.
"Saat ini masih kita fasilitasi ya. Kalau mereka masih membandel, ya bisa ke arah sana, ranah hukum," kata Asyera.
RDP tersebut dihadiri tim BAP DPD RI seperti Alirman Sori, Edwin Pratama, dan lainnya, Bupati Pasaman Barat Hamsuardi, Direskrimum Polda Sumbar, Kombes Pol Sugeng Hariyadi, Kapolres Pasaman Barat, AKBP Aries Purwanto dan warga pengungsi Suriname.
Karena pihak PT TRR tidak hadir, akhirnya penyelesaian masalah sengketa itu menemui jalan buntu.
Kendati demikian, tim BAP DPD RI mengeluarkan sejumlah rekomendasi diantaranya memberi teguran PT TRR.
Kemudian meminta Bupati, Kapolres dan Kantor Pertanahan untuk membantu penyelesaian permasalahan Masyarakat Repatrian dari Suriname tersebut.
BAP DPD RI mendorong Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat bersama dengan instansi terkait untuk benar-benar memperhatikan kepentingan masyarakat Repatrian dari Suriname.
Salah seorang warga, Fidrik mengungkapkan sengketa, bermula pada Februari 1954, Pemkab Pasaman (dulu Pasaman dan Pasaman Barat masih satu kabupaten) menerima 300 Kepala Keluarga transmigrasi Jawa-Suriname di Tongar.
Baca juga: Sepekan Dilantik Jokowi, Hadi Tjahjanto Tancap Gas Selesaikan Sengketa Lahan di Pemalang
Sebelumnya masyarakat menyerahkan lahan 2.500 hektare ke Pemerintah untuk diserahkan ke warga transmigran dengan SK Bupati Pasaman tahun 1953.
Lalu PRRI meletus 1957-1959, para transmigran tetap bertahan di tempat.
Tahun 1968 ada penambahan transmigran dari Jawa sebanyak 101 KK. Tahun 1986-1987 masuk CV Tunas Rimba Raya (TRR) dipimpin Edi Hartono untuk menyewa lahan guna digarap tanaman ubi dengan sewa tanah Rp 15 ribu per hektare yang dibayar setelah panen.
"Di tengah jalan terjadi silang pendapat antara masyarakat dengan Tunas Rimba Raya," kata Fidrik.
Kemudian, sekarang masyarakat menuntut bahwa tanah itu masuk ulayat Nagari Aia Gadang.
Tanah tersebut sekarang ini ada yang dipegang oleh kelompok tani dan sebagian ada yang dikuasai masyarakat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.