BIMA, KOMPAS.com - Keluarga dari As (85), tersangka kasus pencabulan di Kota Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Bima, Senin (20/6/2022).
Gugatan itu diajukan keluarga As melalui penasihat hukumnya, Imran, dengan nomor perkara 3/pdt.pra/2022/PN/RBi.
Keluarga tersangka menduga ada kesalahan prosedur dalam penanganan perkara yang ditangani Polres Bima Kota, mulai dari proses penyelidikan hingga penetapan tersangka dan alat bukti.
Baca juga: Pasca-penangkapan 3 Terduga Teroris di Bima, Polisi di NTB Perketat Pengawasan
"Proses penyelidikan dilewati," kata Imran saat dikonfirmasi, Selasa (21/6/2022).
Menurut Imran, proses hukum pidana harus diawali dengan penyelidikan, penyidikan, penuntutan hingga keputusan hakim.
Namun, dalam kasus ini, Imran menilai bahwa Polres Bima Kota langsung melakukan penyidikan terhadap kliennya, As.
Baca juga: 3 Warga Bima Ditangkap Densus 88, 2 di Antaranya Disebut Eks Napi Teroris
Imran menyebutkan, korban mengajukan laporan atas dugaan pencabulan yang dilakukan As pada 19 Mei 2022. Laporan tersebut langsung diikuti surat perintah dimulainya penyidikan pada tanggal dan hari yang sama.
"Ini kan tanpa melewati proses penyelidikan. Hal ini melanggar KUHAP pasal 1 poin 5, yakni menghapus tentang penyelidikan," jelasnya.
Imran meyakinkan bahwa penahanan As juga tidak sah menurut hukum. Pada surat penahanan tertera tanggal 13 Mei 2022. Padahal kasus dugaan pencabulan itu belum terjadi.
"Klien ditahan sebelum kejadian. Kejadian itu tanggal 16 Mei dan dilaporkan tanggal 19 Mei. Surat penahanan tanggal 13 Mei, ini tidak benar," paparnya.
Tidak hanya itu, penetapan status tersangka terhadap As dianggap tidak didukung oleh dua alat bukti yang cukup sesuai ketentuan Pasal 184 KUHP, seperti keterangan saksi dan ahli yang tidak ada, kemudian hasil visum tidak ditemukan luka pada bagian vital korban. Alat bukti lain yang menjadi petunjuk juga tidak ada.
"Terakhir itu alat bukti keterangan terdakwa (As). Nah, As ini masih tersangka jadi belum bisa dijadikan alat bukti," ungkap Imran.
Baca juga: Cekcok dengan Ibunya, Siswi SMK di Bima Tenggak Racun hingga Tewas
Dia menegaskan, Polres Bima Kota sudah mengambil tindakan yang bertentangan dengan Pasal 1 poin 14 KUHAP juncto Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PPU-XII/2015 tanggal 28 April 2015.
"Dari poin-poin inilah maka diajukan praperadilan, nanti kita buktikan semua," kata Imran.
Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Bima Kota Iptu M Rayendra mengatakan, pihaknya siap menghadapi gugatan praperadilan dari keluarga tersangka As.
Dia yakin bahwa penanganan kasus ini sudah memenuhi prosedur yang ada, mulai dari penyelidikan hingga penyidikan, termasuk dua alat bukti yang menjadi dasar penetapan As sebagai tersangka.
"Kami akan hadapi, semuanya berjalan sesuai prosedur yang ada," tegas Rayendra.
Baca juga: Chikungunya Meluas di Kota Bima, Dinkes: Ditemukan di 20 Kelurahan, Total 343 Kasus
Rayendra mengulas, kasus dugaan pencabulan itu terjadi pada Mei 2022 lalu. Korban merupakan penyandang disabilitas dan masih tentangga dari As.
Akibat dugaan pencabulan itu, rumah As dirusak warga sekitar, termasuk ayah dari korban yang merupakan anggota Polri di Polres Bima Kota.
Rayendra mengatakan, aksi pengruskan itu melalui proses hukum bersamaan dengan kasus dugaan pencabulan yang dilakukan As.
"Pada tahap penyelidikan, kami sudah lakukan panggilan kepada sembilan orang terlapor, tapi tidak hadir. Sekarang sudah naik sidik dan kami lakukan lagi pemanggilan sebagai saksi," jelas Rayendra.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.