Setelah masalah tanah ini dinyatakan milik kaum Maboet oleh BPN Kota Padang, kemudian muncul lagi persoalan karena di atas tanah 765 hektare itu sudah banyak berdiri bangunan, kampus dan lainnya.
"Kemudian saya carikan solusi dengan kesepakatan bersama kaum Maboet bahwa bangunan yang sudah berdiri tidak diganggu, sementara yang masih kosong baru dikuasai kaum Maboet," kata Fakhrizal.
Kesepakatan tersebut kemudian disosialisasikan kepada semua pihak yang berada di atas tanah tersebut seperti Yayasan Baiturrahman, Yayasan Bung Hatta dan lainnya.
"Setelah itu, persoalan saya anggap sudah selesai. Tapi setelah saya pindah tugas ke Mabes Polri, dua bulan kemudian kasus meruncing lagi," kata Fakhrizal.
MKW Maboet Lehar, M Yusuf, Yasri dan pengacaranya Eko ditangkap polisi atas dugaan kasus pemalsuan dan penipuan berdasarkan laporan seorang pengusaha yang membuka blokir di atas tanah Maboet.
"Kemudian kasus itu dipublikasikan secara besar- besaran. Kementerian ATR/BPN memberikan penghargaan kepada penyidik Polda Sumbar yang berhasil mengungkap kasus yang katanya mafia tanah. Gubernur juga memberikan penghargaan yang sama," kata Fakhrizal.
Menurut Fakhrizal, penghargaan itu cukup aneh karena yang memberikan penghargaan bukan institusi Polri.
Kemudian MKW Lehar meninggal dunia dalam tahanan Polda Sumbar. M Yusuf, dan Yasri kemudian dibebaskan karena tidak cukup bukti dan hanya Eko yang dihukum pengadilan.
Di zaman dirinya, Fakhrizal menyebutkan telah menangkap 5 orang pegawai Badan Pertanahan Negara atas dugaan pemalsuan dokumen kepemilikan tanah Maboet dan kemudian menetapkan mereka sebagai tersangka.
Bahkan, pihak kepolisian memenangkan gugatan praperadilan yang diajukan tersangka.
Namun, setelah dirinya pindah, kasus itu ternyata dihentikan (SP3).
Baca juga: Kejati Sumut Temukan Dugaan Korupsi Mafia Tanah di Kawasan Hutan Lindung Sergai
"Saya lihat sudah terjadi kriminalisasi, mafia tanah dan mafia hukum, sehingga saya berharap Mabes Polri, Kejaksaan Agung, KPK dan Komnas Ham turun untuk mengungkap kasus ini agar penegakan hukum dapat terwujud," kata Fakhrizal.
Persoalan tanah kaum Maboet ini berawal dari adanya Landraad No. 90 Tahun 1931 dan kemudian surat sita dari Pengadilan atas tanah 765 hektare di Koto Tangah, Padang yang dimiliki kaum Maboet.
Putusan Landraad keluar setelah kaum Maboet digugat perusahaan Belanda dan pengadilan saat itu memenangkan kaum Maboet.
Tanah ulayat 765 hektare itu tercatat dalam Eigendom Verponding 1794.
Kabid Humas Polda Sumbar Kombes Pol Stefanus Satake Bayu Setianto membenarkan kasus dugaan mafia tanah yang menyeret Lehar dan kawan-kawan dikembalikan jaksa ke polisi (P19).
"Benar. Kasusnya P19. Kemudian tersangka M Yusuf dan Yasri dikeluarkan dari tahanan karena lewat masa batasnya," kata Satake kepada Kompas.com, Sabtu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.