"Kalau di Manado atau Sumatera Barat atau Batak makan babi, memang berkaitan dengan tradisi mereka. Jadi kita hargai juga mereka. Inilah kompleksitasnya masyarakat kita yang sangat banyak dengan budaya dan kepercayaan," ," kata Fadly menambahkan.
Catatan Fadly, persoalan ketersinggungan terkait makanan sudah terjadi beberapa kali.
Terakhir pada tahun 2021 ketika Presiden Jokowi mempromosikan kuliner tradisional Bipang di bulan Ramadhan.
Makanan itu ditanggapi beragam. Sebagian orang menduga Jokowi tidak tahu bahwa Bipang Ambawang dari Kalimantan adalah kuliner khas Suku Dayak yang merupakan singkatan dari babi panggang.
"Bipang dari Kalimantan itu ada yang mencerna karena dianggap makanan haram. Tapi di masyarakat setempat kan tidak. Nah bagaimana kita bisa saling menghargai apa yang dikonsumsi," ujar dia
Tapi pembahasan soal masakan Padang dan Minang tak cuma dari satu arah yakni berupa kecaman.
Beberapa akun menyatakan tidak setuju jika kuliner Padang dikaitkan dengan agama.
Seorang koki spesialis masakan Minangkabau yang berasal dari Sumatera Barat, Dian Anugrah, dalam unggahannya di Instagram dengan akun @udadiananugrah mengatakan, rendang babi tidak bertentangan dengan hukum apalagi jika sudah mencantumkan label 'non-halal'.
Dia juga menilai meskipun nasi Padang identik dan terjaga kehalalannya, tapi bahan makanan tidak mempunyai agama.
"Memang mayoritas Muslim jika berkunjung ke daerah yang mayoritas non-Muslim akan mencari Nasi Padang, karena terjaga kehalalannya, inilah titik balik yang membuat orang mengkritisi," ujar Dian.
"Walaupun seperti itu, sungguh kita tidak bisa mengkritisi secara serampangan, nasi, bawang, cara masak dan lainnya tidak mempunyai agama, mereka adalah rahmat dari Tuhan untuk semesta alam dan siapa pun bisa memanfaatkannya," kata Dian.
Karena itulah jika ada seseorang yang memasak dengan bahan non-halal, maka penjual harus menjelaskan bahwa produk yang mereka buat adalah non-halal.
"Sudah pasti jika Muslim tentu bukanlah pangsa pasar dari restoran tersebut. Yang jadi masalah adalah ketika sajian non-halal dijual ke komunitas Muslim," ujarnya.
"Bukan hanya 'Babiambo', banyak sebenarnya yang sudah menjual rendang berbahan dasar babi atau bahan non halal lainnya di beberapa wilayah," ujar dia.
Dian menyarankan kepada pemilik restoran yang menyediakan makanan Padang non-halal agar berhati-hati dan tidak menggunakan kata-kata Minang.
Dia juga meminta agar restoran seperti itu tidak memakai logo restoran seperti mendeskripsikan rumah gadang. Sebab rumah gadang memiliki falsafah tersendiri.
"Ini adalah imbauan saya sebagai adab kita bergaul sesama anak bangsa, secara hukum memang tidak masalah. Namun, secara adab saling bergaul yang baik maka ini bisa dipertimbangkan."
Namun begitu, dia menilai wajar jika masyarakat Minangkabau syok atau keberatan dengan narasi rendang berbahan daging babi.
Sebab warga Minang kental dengan adat dan syariat Islam.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.