KOMPAS.com - Kelompok Khilafatul Muslimin mengadakan konvoi di beberapa daerah pada akhir Mei 2022 lalu. Peristiwa tersebut lantas menjadi sorotan.
Usai adanya konvoi khilafah di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah (Jateng), tiga orang ditetapkan polisi sebagai tersangka.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Kepolisian Daerah (Polda) Jateng Kombes Pol M Iqbal Alqudusy mengatakan, ketiga tersangka dianggap bertanggung jawab atas aksi konvoi tersebut.
Baca juga: Polisi Tetapkan 3 Tersangka Kasus Konvoi Sebarkan Paham Khilafah di Brebes
Sementara itu, di Kabupaten Karawang, Jawa Barat (Jabar), polisi menetapkan dua orang sebagai tersangka.
Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Karawang AKBP Aldi Subartono menuturkan, konvoi tersebut membuat resah masyarakat.
Atas tindakannya, kelima tersangka dijerat Pasal 107 KUHP tentang makar.
Baca juga: Konvoi Khilafatul Muslimin di Karawang, Polisi Tetapkan 2 Tersangka
Terkait konvoi Khilafatul Muslimin ini, pengamat intelijen dan terorisme, Stanislaus Riyanta, memberikan padangannya.
Stanislaus menilai, polarisasi yang masih kuat di Indonesia setelah pemilihan presiden 2014 dan 2019, memicu kelompok tersebut untuk menampakkan eksitensinya.
“Residu ini yang mereka maintain,” ujarnya kepada Kompas.com, Minggu (12/6/2022).
Dari fakta adanya konvoi khilafah tersebut, Stanislaus memandang bahwa kelompok ini mencoba menggalang massa.
Baca juga: Soal Khilafatul Muslimin, Pengamat: Mereka Gunakan Cara Nonkekerasan untuk Sebarkan Ideologinya
Selain lewat konvoi, kelompok yang berdiri pada 1997 ini juga menghimpun massa lewat kegiatan-kegiatan keagamaan.
“Kelompok ini menggalang massa dengan cara yang soft. Mereka tidak menggunakan cara-cara kekerasan (untuk menyebarkan ideologi). Inilah yang jadi daya tarik masyarakat (untuk bergabung),” ucapnya.
Di sisi lain, Stanislaus memandang bahwa kelompok tersebut memanfaatkan celah hukum untuk menyebarkan ideologi khilafahnya secara terang-terangan lewat konvoi di sejumlah daerah.
Baca juga: Khilafatul Muslimin, Kelompok yang Diduga Sebar Ideologi Khilafah untuk Gantikan Pancasila
Celah hukum yang dimaksud Stanislaus adalah soal Undang-undang Organisasi Kemasyarakat (Ormas).
“Dalam UU tersebut, yang bisa ditindak adalah ormas yang terdafatar. Kalau mereka tidak terdaftar, apa yang bisa dibubarkan? Paling putusan pengadilan, terus kegiatan mereka dilarang,” ungkapnya.
Agar kejadian serupa tidak terjadi, Stanislaus mengusulkan kepada pemerintah untuk merumuskan undang-undang perlindungan ideologi.
“Jika ada orang yang mengusung ideologi selain Pancasila, bisa ditindak,” tuturnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.