"Indonesia adalah ladang yang subur rekrutmen ABK karena pengangguran tinggi dan regulasi lemah, sehingga peluang itu dimanfaat perusahaan perekrutan melakukan praktik perbudakan," kata dia.
Dia membeberkan, para ABK dieksploitasi demi meraup keuntungan sebesar-besarnya oleh pemilik kapal yang paling banyak berasal dari China dan Taiwan.
Hal itu dilakukan untuk memenuhi permintaan industri perikanan skala global yang terus meningkat di negara China, India, Indonesia, Peru dan Amerika Serikat.
"Ketika overfishing dilakukan, laut sudah miskin dengan ikan tapi permintaan dari market tinggi dan desakan pemilik kapal akan cari ikan terus menerus. Ini salah satu pangkal permasalahan kenapa terjadi perbudakan ABK di laut," ungkap dia.
Baca juga: 5 Bulan Telantar di Pulau Guam AS, 9 ABK Kapal MV Voyager Akhirnya Kembali, Ini Kisahnya
Apalagi, praktik penangkapan ikan itu dilakukan secara ilegal (IUU Fishing) untuk memenuhi permintaan perusahaan makanan laut sehingga menyebabkan stok ikan di laut menurun drastis.
"Pemilik kapal melakukan praktik IUU fishing mulai dari penangkapan hewan laut yang dilindungi, menggunakan alat yang eksploitatif dan ada juga transhipment yaitu melakukan bongkar muat tangkapan di tengah laut lalu dibawa oleh kapal collecting," ujar dia.
Pihaknya mendesak pemerintah agar segera mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Perlindungan ABK dan meratifikasi Konvensi ILO 188 tentang Pekerjaan dalam Penangkapan Ikan tersebut.
"Selain PP, sudah ada konvensi ILO 188 yang mengatur standar kelayakan kerja ABK di atas kapal ikan asing. Namun, Indonesia sebagai negara maritim terbesar belum meratifikasi itu. Terlebih negara sebagai pemilik kapal ikan paling banyak seperti China dan Taiwan juga belum meratifikasi," pungkas dia.
-----------------
Tulisan berseri ini adalah hasil liputan Riska Farasonalia, kontributor Kompas.com di Semarang, sebagai peserta program pelatihan dan fellowship liputan mendalam praktik perbudakan pekerja migran Indonesia di kapal asing atas kerjasama Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Semarang dan Greenpeace Indonesia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.