NUNUKAN, KOMPAS.com – Pemerintah Daerah Nunukan, Kalimantan Utara, menggodok rancangan skema penanganan bagi para WNI yang terindikasi sebagai korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Nunukan sebagai wilayah perbatasan RI–Malaysia sekaligus menjadi jalur perlintasan Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI), kerap menemukan indikasi korban TPPO, khususnya saat terjadi deportasi PMI illegal dari Malaysia.
Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak (DSP3A) Nunukan, Faridah Aryadi mengatakan, para korban terkesan tertutup. Mereka tak kasusnya terdengar petugas.
Baca juga: Pemberangkatan 21 Calon PMI Ilegal ke Malaysia Lewat Jalur Tikus Berhasil Digagalkan Polisi
"Mereka beranggapan akan membuat mereka repot. Kita harus punya cara khusus untuk bisa membuat korban bersuara karena ini adalah tindak kejahatan kemanusiaan," ujar Faridah, Kamis (9/6/2022).
Pemkab Nunukan juga membentuk Satgas terpadu, terdiri dari TNI-Polri, Kejaksaan, DSP3A, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Dinas Tenaga Kerja, Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), dan Satpol PP.
Satgas tersebut, mendapat penugasan untuk masing-masing koridor dan kewenangannya.
"Kita libatkan International Organization for Migrant (IOM). Isi dari SOP mengadopsi skema Kementrian Permberdayaan Perempuan dan Anak Nomor 8 Tahun 2019," kata Faridah.
Ada lima bagian tugas yang diatur sebagai acuan dan Standar Operational Prosedur (SOP) dalam penanganan indikasi TPPO, yaitu, sub gugus tugas pencegahan, sub gugus tugas koordinasi dan kerja sama.
Kemudian sub gugus tugas rehabilitasi kesehatan, sub gugus tugas rehabilitasi sosial, pemulangan dan reintegrasi sosial, serta sub gugus tugas penegakan dan pengembangan hukum.
Baca juga: 30 Orang Calon PMI Ilegal Diamankan Saat Hendak Menyeberang ke Malaysia
Faridah menjelaskan, output yang dihasilkan bisa berbentuk surat keputusan (SK) bupati, dengan bentuk penanganan lebih spesifik.
"Sebenarnya TPPO sudah ada Perdanya di Nunukan, yaitu Perda Nomor 16 Tahun 2015. Sementara untuk Perda Perlindungan Perempuan dan Anak, diperdakan dengan Nomor 17 Tahun 2015," jelasnya.
Rancangan SOP tersebut dilakukan untuk memantapkan dan bertujuan meminimalisir miskomunikasi antar petugas dalam pelaksanaannya di lapangan.
Masing-masing instansi mendapat jatah tugas sesuai Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi).
Faridah menegaskan, sampai hari ini, keberangkatan CPMI illegal masih berlangsung. Padahal Malaysia sudah membuka secara resmi jalur perbatasan pasca blokade dalam antisipasi penyebaran wabah Covid-19.
Dalam pandangannya, WNI lebih suka bekerja di luar negeri meski kondisi mereka ilegal. Para PMI ini direkrut melalui media sosial, dan diberangkatkan calo lewat jalur tikus.
Baca juga: Polisi Gagalkan Pengiriman 70 PMI Ilegal ke Malaysia di Riau, 2 Orang Ditangkap