SUMEDANG, KOMPAS.com - Pemerintah perlu mempertimbangkan wacana kenaikan tarif untuk menaiki struktur Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah bagi wisatawan domestik sebesar Rp 750.000. Meskipun tujuannya untuk konservasi.
"Saya sendiri kurang setuju, bila dibebankan ke wisatawan mancanegara dan nusantara," ujar akademisi Universitas Padjadjaran (Unpad), Evi Novianti kepada Kompas.com melalui pesan WhatsApp, Senin (6/6/2022).
Evi menuturkan, wacana ini akan sangat memberatkan terhadap wisatawan karena tarif kenaikkannya terlalu mahal.
Baca juga: Transportasi dan Rute dari Semarang dan Yogyakarta Menuju Candi Borobudur
Padahal, sambung Evi, hadirnya wisatawan, baik domestik maupun wisatawan asing justru menjadi daya tarik guna meningkatkan perekonomian warga di sekitar kawasan wisata Candi Borobudur.
"Jangan sampai, dengan kenaikkan tarif ini, wisatawan nusantara beranggapan lebih baik ke luar negeri dari pada menikmati destinasi wisata Indonesia," tutur Evi, Ketua Program Studi Magister Pariwisata Berkelanjutan Unpad ini.
Evi menyebutkan, konservasi memang diperlukan untuk menjaga kelestarian cagar budaya yang ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia oleh UNESCO tersebut.
Namun, jangan sampai upaya konservasi ini justru malah akan membebani wisatawan.
"Konservasi memang perlu dana yang cukup tinggi. Tapi sebaiknya tidak dibebankan kepada wisatawan. Dana untuk konservasi tersebut bisa melalui subsidi silang dari sektor lain," sebut Evi.
Evi mengatakan, kebijakan pembatasan pengunjung untuk naik ke atas akan lebih efektif untuk upaya konservasi.
Baca juga: Menteri Sandiaga soal Naik ke Candi Borobudur Bayar Rp 750.000: Ojo Kesusu Ribut, Kita Diskusikan
Pembatasan ini, lebih membuat penataan dan tata kelola wisata di Candi Borobudur dapat lebih terorganisasi.
"Sekarang semua serba reserve, dan wisatawan (lokal dan asing) sudah mulai paham dengan teknologi. Berarti berkelanjutan dengan akses internet dan prasarana lain yang belum ada bisa saling mendukung," ujar Evi.
Evi menuturkan, ada metode yang bisa dilakukan sebagai upaya melestarikan Candi Borobudur. Yaitu melalui kerja sama Hexahelix.
"Kerja sama Hexahelix ini bertujuan untuk mendeskripsikan, menganalisis peran dan interaksi. Kemudian, model dari helix pemerintah, industri, masyarakat, akademisi, media, dan wisatawan pada tata kelola pariwisata," sebut Evi.
Evi mengatakan, melalui kerja sama ini, seluruh pihak dapat saling bahu membahu dalam melakukan tata kelola pariwisata yang baik.
Baca juga: Syarat Wisata ke Candi Borobudur Saat Ini, Boleh Naik ke Atas?
Selain itu, kata Evi, model kerja sama ini baik diterapkan dalam mendukung penguatan destinasi wisata, khususnya wisata budaya.