BIMA, KOMPAS.com - Limbah misterius mirip jeli di Teluk Bima, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), muncul dan terus menyebar.
Bahkan pada Kamis (26/5/2022), limbah sudah menyebar di sepanjang pantai Sonao dan Sarita, Desa Punti, Kecamatan Soromandi, Kabupaten Bima.
Baca juga: Gempa M 3,6 Guncang Bima dan Dompu, Tidak Berpotensi Tsunami
Pelaksana Tugas Kepala Desa Punti Firi Firmasnyah mengatakan, limbah misterius ini mulai muncul sekitar pukul 9.00 wita.
Menurutnya, limbah tersebut sangat tebal dan menyebar di sepanjang bibir pantai Sonao sampai Sarita.
"Limbah ini muncul tadi sekitar jam 9 pagi, dia tebal dan menyebar dari bibir pantai Sonao sampai Sarita," kata Firi saat dikonfirmasi, Rabu (26/5/2022).
Baca juga: Polisi Tembak Kaki Pencuri Motor di Bima karena Kabur Saat Akan Ditangkap
Firi mengatakan, limbah misterius tersebut membuat banyak ikan-ikan kecil mati dan mengapung.
Dia meminta warga tak mengonsumsi ikan dari perairan tersebut untuk sementara waktu agar tidak keracunan.
"Jangan dikonsumsi ikan yang mati atau mengambang di perairan Sarita hari ini. Kita antisipasi agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan," ujar Firi.
Baca juga: Pencuri Besi Jembatan Senilai Rp 63 Juta Milik Perusahaan di Bima Ditangkap
Di sepanjang bibir pantai Sonao dan Sarita, Desa Punti, limbah kenyal mirip jeli tersebut paling banyak ditemukan di hutan bakau sekitar area tambak warga di Dusun Sarita.
Limbah ini, lanjut Firi, berpeluang menyebar ke pantai Paja Kiri mengikuti arah angin.
Firi berharap lembaga terkait segera memecahkan misteri penyebab munculnya limbah beracun ini.
"Kenapa kita bilang beracun ya karena banyak ikan mati akibat limbah ini," ungkap Firi.
Baca juga: Melawan dengan Golok, Polisi Tembak Kaki Terduga Pencuri Motor di Bima
Sementara itu, Kepala Bagian Humas Protokol dan Koordinasi Pimpinan (Prokopim) Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Bima, Suryadin membenarkan munculnya limbah misterius tersebut di pantai Sonao dan Sarita.
Pemkab akan segera berkoodinasi dengan DLH untuk segera menyikapi temuan tersebut.
"Informasi ini akan dilanjutkan dulu ke dinas lingkungan hidup untuk dilakukan pengamatan lebih lanjut fenomena yang terjadi," kata Suryadin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.