KOMPAS.com - Kasus kejahatan seksual dipicu banyak faktor, salah satunya adalah soal ketidakmampuan pelaku mengendalikan dorongan nafsu atau libidonya.
Pakar psikolog forensik di Yogyakarta, Kombes Pol Arif Nurcahyo, mengatakan, setiap manusia secara individu memiliki perlaku bersifat instingtif, yaitu naluri, seks dan agresif.
"Secara sederhana setiap individu memiliki dorongan, rangsangan dari tujuan untuk memenuhi kebutuhan biologis (seksual) yang bersifat kodrati, alami dan khas. Dan apabila tidak tersalurkan manusia bisa menjadi agresif dan tidak terkendali," katanya kepada Kompas.com, Senin (22/5/2022).
Baca juga: Bocah Perempuan 4 Tahun Korban Perkosaan Kakek 77 Tahun Trauma, Kembarannya yang Menyaksikan Juga
Menurut Yoyok, sapaan akrabnya, pemicu tindakan perkosaan tidak tunggal alias banyak faktor lainnya yang mendorong tindakan itu.
Beberapa faktor itu antara lain adalah perkembangan psikososial, lingkungan, pendidikan dan budaya setempat dalam memandang seks serta pemahamannya di masyarakat.
Lalu pandangan terhadap kaum perempuan dan anak sebagai makhluk lemah dan mudah diperdaya juga berpotensi memicu tindak pidana perkosaan.
"Hasrat atau libido seksual yang spontan dan tidak terkendali berpotensi disalurkan pada siapapun yang ada disekitarnya, khususnya kepada orang yang lebih lemah dan mudah dikuasai," katanya.
Baca juga: Mengapa Kejahatan Seksual Anak Terjadi di Lingkungan Terdekat?
Selain itu, kata Yoyok, pengalaman traumati pelaku yang pernah menjadi korban perkosaan juga bisa menjadi pemicu.
Kondisi biopsikologis dan perlakuan sosial juga berperan dalam tindakan pelaku.
"Artinya pengaruh pengalaman personal, kondisi biopsikologis dan perlakuan sosial cukup andil dalam dinamika terjadinya kejahatan seksual khususnya perkosaan.
Sementara itu, berdasar penelitian tentang faktor penyebab lain pemicu perkosaan adalah pornografi, pengaruh teman (peer group), narkoba, dan adanya trauma seksual atau pola asuh keluarga.
"Dinamika ini bersifat seperti gunung es, sirklik (tidak linier) dan multi faktor dan dinamis, dalam beberapa kasus kejahatan seksual dianggap sebagai pengulangan sejarah seksual pelakunya. "pelaku adalah korban", bahwa pelaku saat ini (bisa jadi) pernah menjadi korban sebelumnya. Tapi hal ini perlu pembuktian dan asesmen psikologi secara mendalam," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.