KOMPAS.com - D, seorang ayah di Kecamatan Sukodono, Sragen, Jawa Tengah mencari keadilan untuk sang anak, W yang diduga diperkosa oleh guru silat.
Pemerkosaan terjadi pada tahun 2020 saat W masih berusia 9 tahun. D kemudian melaporkan kasus tersebut ke polisi.
Dua tahun berjalan, hingga hari ini kasus tersebut mangkrak. Polisi masih belum menentukan tersangka.
Sementara terduga pelaku yang tinggal satu RT dengan keluarga korban masih bebas beraktivitas.
Baca juga: Guru Silat di Sragen Diduga Perkosa Anak 2 Tahun Lalu, Kasusnya Mangkrak, Keluarga Dapat Ancaman
D bercerita jika ia pernah ditawari uang Rp 500.000 oleh politisi agar kasus tersebut ditutup. Oknum politisi tersebut diketahui sebagai anggota DPRD Sragen.
"Saya mencari keadilan dimana pun. Sampai saya ditawari uang oknum politisi untuk menutup kasus dengan uang nominal Rp 500.000," kata D, Sabtu (14/5/2022).
Ia bercerita jika pihak kepolisian telah mengamankan barang bukti berupa pakaian dalam dengan bercak darah serta bekas sperma pelaku.
Namun ia mengaku disuruh mencuci barang bukti pakaian dalam tersebut oleh pihak kepolisian.
"Sampai sekarang masih menjadi pertanyakan, yang ke mana barang bukti itu (bercak darah dan bekas sperma) sampai sekarang. Hingga sampai, saat disuruh untuk mencuci alat bukti di hadapan petugas para polisi dan Inafis, itu celana dalam," jelas dia.
Baca juga: 2 Tahun Kasusnya Mangkrak, Ayah di Sragen Cari Keadilan Sang Anak yang Diduga Diperkosa Guru Silat
Hal senada disampaikan Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mawar Saron Solo yang mendampingi keluarga korban.
Ia mengatakan barang bukti celana dalam didapatkan dari kamar mandi. Oleh petugas celana dalam tersebut diminta dicuci oleh keluarga. Termasuk tikar dan kain lap sisa sperma.
"Kemudian, yang celana dalam itu didapat setelah diambil dari jamban, pada 2021 itu diminta untuk dicuci. Itu menjadi kendala kami. Lalu ada tikar dan kain lap sisa dari isi sperma. Itu yang menjadi marah karena sampai sekarang belum ada penetapan," kata dia.
Tak hanya itu, orangtua korban kerap diintimidasi sehingga korban dan keluarganya terpaksa sembunyi di hutan selama sehari dengan alasan keamanan.
Selain itu, selama dua tahun berjalan, korban tak pernah memperoleh pendampingan walau sudah menjalani visum.
"Sampai kapan pun kami akan melakukan perlindungan. Hak korban akan kami jamin. Kemana saja, akan kami kejar," tegas Andar.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.