MALUKU, KOMPAS.com - Dana jasa pelayanan Covid-19 untuk tenaga kesehatan (nakes) di Maluku sebesar Rp 36 miliar tidak dapat dicairkan alias hangus.
Kepala Dinas Kesehatan Maluku Zulkarnaen mengungkapkan, penyebab dana tersebut hangus ialah karena pemerintah terlambat mengusulkan pencairan.
Baca juga: 6 Alat Musik Tradisional Asal Maluku, Ada Tahuri hingga Tifa
Hal tersebut terungkap dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPRD Maluku yang dipimpin oleh wakil ketua komisi, Ruslan Hurasan.
"Verifikasi terakhirnya dilakukan pada November 2021, tetapi karena tidak lengkap seperti pelayanan pasien Covid-19 tanpa disertai data pendukung, maka tidak bisa dilakukan pembayaran," kata Zulkarnaen, seperti dikutip Antara, Kamis (19/5/2022).
Data pendukung yang dimaksud, misalnya hasil pemeriksaan PCR pasien Covid-19.
Jika ada kelengkapan tersebut, pihaknya baru bisa mengusulkan ke Kemenkes RI.
Akan tetapi, jika tidak ada data pendukung tersebut, anggarannya tidak bisa dicairkan.
Baca juga: UPDATE Covid-19 di Sulteng, Sultra, Maluku, Malut, Papua, dan Papua Barat 19 Mei 2022
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Maluku Ruslan Hurasan mengevaluasi Pemprov Maluku yang menggunakan istilah "hangus".
Dia tidak ingin menyebut dana tersebut hangus karena Rp 36 miliar adalah angka yang cukup besar.
Jika dana tersebut hangus, keringat atau kerja keras para nakes dianggap sia-sia.
"Harusnya dibilang Rp 36 miliar itu tidak bisa dicairkan oleh pemerintah karena sesuai ketentuannya ada keterlambatan pengusulan pencairan oleh Dinkes," tegasnya.
Baca juga: 3 Napi di Maluku Dapat Remisi Khusus Waisak, Seorang WN Myanmar Langsung Bebas
Ruslan berharap masalah ini tidak terulang kembali ke depannya.
Dia mewanti-wanti agar semua hal tentang administrasi pengusulan pencairan dana harus disiapkan secara matang dan lengkap.
"Hanya karena administrasi, hak orang lain jadi tidak terbayarkan, padahal ada anggaran yang memang sudah disiapkan oleh pemerintah," tutur Ruslan.
Baca juga: Siswa Maluku Diberi Pelatihan Literasi Digital, agar Waspada Hoaks
Pihaknya juga mengingatkan Direktur RSUD Haulussy Ambon yang baru, dr. Nazarudin, untuk mengecek kembali semua persoalan internal yang ada di RSUD tersebut, terutama mengenai keterlambatan klaim BPJS dan beban utang rumah sakit.
Terhitung sejak Januari 2022, klaim BPJS hampir mencapai Rp 42 miliar untuk biaya obat-obatan dan lain-lain.
Sebab, sesuai aturan, klaim BPJS hanya tujuh hari.
Apabila pasien dirawat 10 hari maka empat hari ditanggung oleh pihak rumah sakit. Namun, karena keterbatasan maka dibebankan lagi kepada pasien.
Sumber: Antara
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.