KUNINGAN, KOMPAS.com – Sejumlah masyarakat Adat Karuhun Urang (Akur) Sunda Wiwitan melakukan aksi penolakan konstatering atau pencocokan serta sita eksekusi terhadap Blok Mayasih, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, pada Rabu (18/5/2022).
Pelaksanaan konstatering oleh Pengadilan Negeri Kuningan yang dijadwalkan pukul 09.00 WIB ini pun sempat tertunda.
Sebelum pukul 09.00 WIB, sejumlah warga Akur Sunda Wiwitan sudah memadati jalan menuju blok Mayasih. Mereka berasal dari berbagai kalangan usia.
Baca juga: Mengenal Selam Sunda Wiwitan, Kepercayaan dan Tradisi Leluhur Suku Baduy
Mereka berbaris menutup jalan menuju bangunan yang akan dilakukan pencocokan serta sita eksekusi. Bangunan tersebut berbentuk rumah dengan luasan tanah sekitar 16 bata atau 224 meter persegi.
Kompas.com menemui Tati Djuwita Djatikusumah, Girang Pangaping Akur Sunda Wiwitan, di teras rumah tersebut.
Djuwita mengungkapkan, penolakan yang dilakukan Akur Sunda Wiwitan hari ini adalah bentuk komitmen terhadap jati diri.
Sunda Wiwitan harus terus memperjuangkan hak serta ruang hidupnya di tengah tekanan banyak pihak, salah satunya rencana eksekusi tanah adat Mayasih.
“Kami berkomitmen melanjutkan segala hukum ke-adat-an, ajaran, dan sebagainya dari lelulur. Kami harus menjaga semua apa yang menjadi amanat serta wasiatnya. Ini kali kedua kami dieksekusi, kami hadapi,” kata Djuwita kepada Kompas.com.
Baca juga: Perjuangan AKUR Sunda Wiwitan Cigugur demi Status Masyarakat Hukum Adat
Sampai kapanpun masyarakat Akur Sunda Wiwitan akan berjuang membela hak-nya. Lahan serta bangunan yang akan dieksekusi oleh Pengadilan Negeri, menurut Djuwita, adalah hak Akur Sunda Wiwitan yang tak dapat dipisahkan satu dengan lainnya.
Lebih lanjut Djuwita menjelaskan, dasar perbedaan ini terletak pada perspektif atau cara pandang penilaian.
Hakim, bagi Djuwita, telah keliru menilai objectum litis atau objek perkara dalam sengketa ini, dengan sperspektif hukum waris.
Padahal jelas sengketa bangunan adalah soal perbuatan melawan hukum (PMH) yang terjadi pada masyarakat adat.
Djuwita menegaskan, Akur Sunda Wiwitan akan mengerahkan segala daya untuk menolak eksekusi terhadap tanah adat Mayasih.
Penolakan ini merupakan perjuangan yang harus dilakukan untuk eksistensi dan ruang hidup Akur Sunda Wiwitan Cigugur ke depan.
“Kami mempertahankan ini bukan untuk kebutuhan kami. Tanah adat ini untuk kebutuhan semuanya. Ketika bangunan ini diperuntukan untuk kebutuhan pelestarian kebudayaan, bukan Sunda Wiwitan saja yang diuntungkan, tapi ini menjaga martabat peradaban kebudayaan,” ungkap Djuwita.