Massa aksi mendesak pihak keamanan untuk segera membukakan pintu gerbang kantor bupati, tetapi tidak diizinkan.
Sempat terjadi aksi saling dorong antara pihak keamanan dengan massa aksi.
Setelah hampir sejam terjadi perdebatan, Bupati Manggarai Barat Edistasius Endi pun bersedia menerima perwakilan massa aksi.
Salah seorang peserta unjuk rasa asal Desa Compang Longgo, Genofefa Gemia, mengatakan, mereka menggelar aksi demo, karena ribuan petani terancam gagal panen lantaran bendungan irigasi rusak sejak tahun 2021 lalu.
"Ini menyangkut perut kami dan anak-anak sehingga hari ini, kami datang demo. Kami ingin pemerintah melihat kami warga tiga desa yang sekarang menderita, karena sawah kami tidak dialiri air lagi," kata Genofefa.
Menurut Genofefa, sejak tahun 2021 lalu mereka tidak bisa membajak sawah seperti sedia kala, karena pasokan air
"Sekarang kami terancam gagal panen dan tentu anak kami akan kelaparan. Kami juga akan kesulitan membiayai pendidikan anak," ujar dia.
Baca juga: Fenomena Tanah Bergerak di Manggarai Barat, 1 Keluarga Terpaksa Mengungsi ke Kebun
Genofefa menjelaskan, sekitar 2.000 kepala keluarga pemilik lahan persawahan menggantungkan mata pencariannya pada hasil panen padi.
Hasil panen itulah, yang memenuhi kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan membiayai sekolah anak-anak mereka.
Hasil panen setahun sekitar 10.000 ton, dan menjadi lumbung kebutuhan beras bagi 50.000 orang untuk makan selama setahun.
"Jika gagal panen terjadi di persawahan Satar Walang, maka harga beras di Labuan Bajo menjadi naik," tegasnya.
Baca juga: Pelaku Perusakan Mesin ATM di Labuan Bajo Diduga Alami Gangguan Jiwa, Keluarga Minta Maaf
Genofefa menuturkan, bendungan Wae Cebong tidak bisa berfungsi mengalirkan air lagi, akibat munculnya daerah aliran sungai baru sejak tahun 2021.
Aliran sungai baru tersebut terjadi lantaran aktivitas pertambangan galian C yang dilakukan oleh salah satu perusahaan tambang.
Perusahaan itu, menambang di sisi Timur Bendungan Wae Cebong, sehingga air sungai wae mese tidak lagi melewati daerah aliran sungai lama, yang menjadi tempat Bendungan Wae Cebong berada.
Masyarakat telah berulang-ulang kali melakukan penolakan terhadap aktivitas pertambangan, tetapi tidak pernah ada penertiban dan pengawasan.
Bahkan, sejak tahun 2021, masyarakat sudah melaporkan berulang kali untuk diperbaiki, tetapi tak ada tindak lanjut.
"Kami berharap, pemerintah terbuka mata hatinya melihat keluh kesah kami yang sedang terancam kelaparan," ujar dia.
Ia juga mendesak pemerintah menertibkan semua perusahaan yang melakukan penambangan di kali Wae Mese, tanpa terkecuali. Sebab, dampaknya sudah sangat merusak lingkungan dan meresahkan masyarakat sekitar.
Baca juga: Jalan Rusak, Ibu Hamil di NTT Ditandu 8 Km Saat Mau Melahirkan, Sempat Pendarahan