KOMPAS.com - Hari Buku Nasional atau Harbuknas selalu diperingati setiap tanggal 17 Mei sejak tahun 2002.
Penetapan 17 Mei sebagai Hari Buku Nasional tak lepas dari Menteri Pendidikan Nasional era Kabinet Gotong Royong masa kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri.
Tanggal 17 Mei ditetapkan sebagai Hari Buku Naisonal bertepatan dengan pendirian Perpustakaan Nasional Republik Indonesia tepat pada 17 Mei 1980.
Berbicara buku tak bisa dilepaskan dari sosok Presiden Pertema Republik Indonesia, Soekarno.
Baca juga: Warisan Kuliner Presiden Soekarno untuk Indonesia, Buku Mustika Rasa
Tak banyak yang tahu jika Soekarno 'melahirkan' buku Mustika Rasa yang berisi resep-resep kuliner Indonesia dengan tebal 1.123 halaman.
Dikutip dari buku Jejak Rasa Nusantara yang ditulis Fadly Rahman, proyek pembuatan buku tersebut berawal saat Menteri Pertanian Brigadir Jendral Dr Aziz Saleh mengirimkan memo ke staf di kementeriannya, Sunardjo Atmodipuro dan Harsono Hardjhutomo pada 12 Desember 1960.
Memo tersebut berisi instruksi agar Lembaga Tehnologi Makanan (LTM) menyusun satu buku masak yang lengkap untuk seluruh Indonesia.
LTM pun menjali kerja sama dengan lembaga lain termasuk berbagai pengarang kookboeken Indonesia hingga organisasi wanita.
Baca juga: Mustika Rasa, Cara Soekarno Mewujudkan Kebinekaan lewat Kuliner
Dalam proyek ini, Harsono Hardjhutomo ditunjuk sebagai ketua panitia.
Disebutkan, motif pemerrintah khusushnya Sekarno untuk membuat buku ini karena banykanya pemberitaan yang menyudutkan pemerintahan dengan berita-berita kelaparan di bebagai wilayah.
Pemerintah pun melarang media lokal memuat pemberitaan terkait kelaparan. Pada Desember 1963, Soekarno mengatakan jika semua pemberitaan oleh media asing terkait kelaparan di Indonesia adalah bohong.
Baca juga: 6 Rekomendasi Tempat Kuliner Sekitar Hutan Bambu Keputih Surabaya
Harsono, sebagai ketua panitia menyiapkan langkah. Pada tahun 1961 hingga tahun 1962, ia dan timnya mengirimkan angket dengan memanfaatkan pamong praja serta organisasi perempuan.
Dengan angket tersebut panitia mendapatkan catatan berupa nama-nama masakan. Dari angket tersebut, panitia akan memilih masakan mana yang sudah dikenal dan belum dikenal.
Namun cara angket tidak memuaskan panitia karena banyak angket yang tidak kembali dan hanya seidkit yang diterima. Selain itu nama makanan yang diterima didominasi dari masyarakat Jawa.
Baca juga: Rekomendasi Kuliner di Jalur Pantai Utara Jawa, Ada Nasi Jamblang hingga Rujak Soto
Namun proyek terus berjalan. Tanpa menyadari hal itu, panitia melakukan pembaharuan medote pada masa tahap kedua dan ketiga yang berlangsung sejak tahun 1962 hingga 1964.
Pada tahap ini, angket pengumpulan nama dan jenis makanan ditambah dengan kelengkapan susunan resep.
Mereka bekerjasama dengan lembaga seperti pendidikan, pertanian, perikanan, kesehatan dan sebagainya.
Kala itu panitia pun menugaskan tiga sarjana muda nutrituion untuk mengumpulkan resep langsung dari sumbernya, bahkan mengadakan uji resep di tempat dengan para ibu yang mendemonstrasikan resep.
Baca juga: Festival Makanan Pulang Semarang, Rekomendasi Kuliner bagi Para Pemudik