Pada tahun 2005 lahan HGU telantar PT. BBS yang telah dikelola oleh masyarakat tersebut diambil alih oleh PT DDP melalui keterangan akta pinjam pakai antara PT. DDP dan PT. BBS.
Bermodalkan klaim tersebut, PT. DDP melakukan pengusiran secara paksa terhadap masyarakat yang telah menggarap lahan HGU terlantar PT. BBS dengan melakukan penanaman komoditi sawit, pemaksaan ganti rugi, dan melakukan tindakan represif.
"Masyarakat bertahan," jelasnya.
Perjuangaan warga pun tak mudah. Menuurt Zelig, selama bertahan, masyarakat berusaha menempuh jalur hukum dan sesuai prosedur.
Namun, hal itu selalu menemui jalan buntu. Lalu, pada Maret 2022, aparat polisi dan Brimob mengawal PT. DDP melakukan aktivitas perkebunan.
Saat itu, kata Zelig, ada 13 petani yang pondok kebunnya terbakar, dan satu warga mendapatkan pemukulan dan penangkapan tidak prosedural.
Sementara itu Humas PT. DDP Samirana, saat dikonfirmasi menjelaskan pihaknya memiliki legalitas yang jelas secara hukum.
Sudah berulang kali pihaknya menjelaskan pada masyarakat bahwa tanah yang mereka kelola dibebaskan secara hukum sah.
"Tidak ada sejengkal pun tanah mereka itu. Mereka cuma mengaku-ngaku saja. Kami bebaskan tanah itu secara hukum dengan musyawarah dan ganti rugi. Mereka mengaku-ngaku," jelas Samirana.
Terkait keberadaan aparat Brimob di lokasi, kata dia, karena tidak mampunya perusahaan mengamankan perkebunan.
Dia mengatakan, beberapa petugas kemanan PT. DDP pernah mendapat intimidasi dan dipukuli masyarakat maka perusahaan meminta Brimob untuk membantu mengamankan perkebunan.
(Penulis : Kontributor Bengkulu, Firmansyah | Editor : Pythag Kurniati, Reni Susanti)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.