MANADO, KOMPAS.com - Alin Pangalima, seorang mahasiswi asal Bolaang Mongondow Utara (Bolmut), Sulawesi Utara (Sulut), ingin menjual ginjalnya untuk pembangunan jembatan Goyo. Lokasi jembatan tersebut berada di Desa Keimanga, Kecamatan Bolangitang Barat, Kabupaten Bolmut.
Foto aksinya yang memegang poster bertuliskan "Saya mau jual ginjal aja untuk pembangunan jembatan Goyo" viral di media sosial.
Alin saat dihubungi Kompas.com mengaku, apa yang dilakukannya itu sebagai sindirian karena selama kurang lebih 16 tahun jembatan tersebut tidak mendapat perhatian pemerintah.
Mahasiswi semester VIII, IAIN Sultan Amai Gorontalo itu mengatakan, aspirasi soal jembatan tersebut sudah berulang kali disampaikan kepada pemerintah daerah (pemda) setempat. Namun keluhan itu tidak ditindaklanjuti hingga kini.
"Itu (tulisan dalam poster) sebagai sindiran (kepada pemda). Sudah sampaikan berulang-ulang (masalah jembatan Goyo), tapi mereka tidak dengar," katanya lewat pesan singkat, Sabtu (14/5/2022).
Menurutnya, sering kali pemda beralasan tidak memiliki anggaran yang cukup untuk membangun jembatan. Meski begitu Alin tak patah semangat. Ia terus berjuang agar jembatan Goyo bisa diperhatikan oleh pemerintah.
Setiap ada aksi demo, Alin selalu membawa dan menyampaikan aspirasi terkait pembangunan jembatan Goyo. Dia juga sudah menyampaikan kepada anggota DPRD setempat.
Bahkan, persoalan tersebut ia sampaikan kepada anggota DPR RI dalam salah satu acara.
"Sempat menghadap (anggota DPRD) kemarin, bincang-bincang. Tapi jawabannya sama, tidak cukup dana daerah. Aspirasi ini sudah disampaikan ke anggota DPR, tapi dapil Gorontalo," sebutnya.
Alin pun menjelaskan alasan pentingnya membangun jembatan Goyo. Salah satunya adalah untuk memudahkan akses masyarakat.
"Pertama, ketika terjadi banjir dan sungai meluap, maka akses penghubung antara Ollot dan Goyo akan se-ekstrem ini. Bayangkan jika ada orang yang lagi kena sial terus masuk ke dalam sungai lalu tengelam dan meninggal, siapa yang bertanggung jawab?," katanya.
Kedua, masyarakat harus mengeluarkan biaya untuk menyeberangi sungai menggunakan rakit. Saat sungai normal, biayanya Rp 3.000 sekali lewat. Bayangkan masyarakat berapa kali lewat dalam sebulan di tempat ini.
Apalagi masyarakat Bolangitang dan sekitarnya ada juga yang berkebun di seberang sungai. Maka dari itu bisa dipastikan biaya yang dikeluarkan Rp 6.000 per hari jika rutin ke kebun. Menurutnya jika dijumlahkan dalam sebulan maka biaya tersebut cukup untuk membeli beras .
"Belum lagi jika sungai sedang banjir dan air meluap bagaikan janji pemda. Biayanya jadi berlipat ganda, Rp 10.000 sekali lewat, dengan risiko yang cukup tinggi. Bayangkan jika datang musim penghujan, berapa biaya yang harus dikeluarkan. Sedangkan penghasilan masyarakat rata-rata memprihatinkan (soalnya kita rasa sandiri)," ujarnya.
Alin menyebut mengingat tiang jembatan sebenarnya sudah tertanam selama kurang lebih 16 tahun. Bahkan sebelum Bolmut menjadi daerah otonom baru di Sulut.
"Sangat disayangkan jika pemerintah terus mempertontonkan kegagalan di tengah masyarakat, dengan dalih 'nanti, nanti, nanti'" ungkap Alin.
Selain itu, dia mengatakan bahwa banyaknya kecelakaan ketika melewati sungai menjadikan jembatan itu layak diperjuangkan.
"Saya pun menyaksikan sendiri betapa kejadian kecelakaan itu terjadi di depan mata. Mungkin bisa ditanyakan kepada yang bertugas menyeberangkan kendaraan, berapa korban yang sudah tabulengkar (terbalik) di situ," sebutnya.
Dia mengaku kadang iri dengan Pangkusa yang meski lokasinya di pedalaman dan sulit jaringan, tapi memiliki jembatannya. Hal ini membuat Gayo tertinggal dari dusun lainnya.
"Karena seperti yang kita tahu bersama, bahwa bukan hanya jembatan yang terbengkalai, tapi jalan juga yang belum diaspal sepenuhnya, membuat masyarakat menjadi berlipat ganda kesulitannya," bebernya.
Dia juga mengungkapkan bahwa jika orang sedang hamil muda terus menerus melewati jalan di jalan Goyo itu, pasti akan mengalami keguguran. Bahkan menurutnya ada juga yang lahir prematur.
"Sangat disayangkan sekali. Dan kabar baiknya, semoga tahun ini jalan spanggal (sepenggal) itu akan diteruskan pembangunannya. Jika tidak, som ba demo jo dg (akan demo lagi)," ujarnya.
Di sisi lain, Alin mengaku ingin menjual ginjal juga untuk mendapatkan buku karya klasik dunia.
"Kalau ada yang mau beli ginjal saya, harganya seharga pembangunan jembatan, ditambah buku 50.000 eksemplar karya klasik dunia," ungkapnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.