KOMPAS.com - Penyakit mulut dan kuku (PMK) yang menyerang hewan ternak terus meluas. Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo telah menetapkan dua kabupaten di Aceh dan empat kabupaten di Jawa Timur sebagai daerah wabah PMK.
"Di Aceh itu ada [Kabupaten] Aceh Tamiang, dan Aceh Timur. Di Jawa Timur itu Gresik, Sidoarjo, Lamongan dan Mojokerto," kata Menteri Syahrul dalam keterangan pers, Rabu (11/05).
Kasus ini kembali muncul setelah Indonesia dinyatakan bebas PMK lebih dari tiga dekade lalu.
Kasus pertama kali ditemukan di Gresik, Jawa Timur pada 28 April 2022, dan telah mengalami peningkatan kasus rata-rata dua kali lipat setiap harinya.
Sejauh ini pemerintah telah mengambil langkah karantina wilayah untuk hewan ternak, rencana pengadaan vaksinasi termasuk membentuk satuan tugas.
Baca juga: Tidak Hanya Penyekatan, Polisi Lamongan Buka Posko Awasi Sapi Terjangkit PMK
PMK atau dikenal sebagai Foot and Mouth Disease (FMD) dan Apthtae Epizooticae adalah penyakit hewan menular berisfat akut yang disebabkan oleh virus.
Dalam literatur yang dipublikasikan situs-situs pemerintah daerah, penyakit ini berasal dari virus tipe A dari keluarga Picornaviridae, genus Apthovirus. Masa inkubasinya antara 2-14 hari.
Penyakit ini rentan menulari hewan ternak seperti sapi, kerbau, unta, gajah, rusa, kambing, domba dan babi.
Baca juga: Cegah Penularan PMK, Dinas Peternakan Semarang Larang Distribusi Jeroan Mentah ke Pasar-pasar
Penularan PMK pada hewan ternak ini berlangsung melalui kontak langsung maupun tidak langsung.
Penularan secara langsung dapat melalui droplet, leleran cairan hidung, dan serpihan kulit pada hewan yang terinfeksi virus.
Sementara itu penularan secara tidak langsung terjadi pada vektor hidup, yaitu manusia dan hewan lainnya. Virus yang menempel ini juga menular melalui mobil pengangkut ternak, peralatan, alas kandang, dan lainnya.
Baca juga: 150 Sapi di Lombok Tengah Terjangkit PMK, Diisolasi dan Diobati
Selain itu, virus ini dapat menyebar melalui angin di daerah beriklim khusus bisa mencapai radius 60 km di darat dan 300 km di laut.
"Sangat mudah menular," kata Profesor Mustofa Helmi Effendi, Divisi Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga.
Prof Helmi menambahkan, virus ini lebih menjadi "pukulan" bagi peternak, karena ternak yang dijual, misalnya sapi akan mengalami penurunan berat badan.
"Anak sapi bisa mati, sapi mengalami penurunan berat badan, ini berarti kerugian ekonomi," katanya.