"Klien kami dan masyarakat tidak mengetahui, dikarenakan tidak adanya papan pengumuman yang menjelaskan sebagai benda atau bangunan cagar budaya. Tidak pernah ada sosialisasi terkait cagar budaya sama sekali dari pemerintah kabupaten. Selain itu lebar tembok masuk ke dalam batas tanah yang klien kami beli berdasarkan patok yang ada," ungkapnya.
Bambang mengakui tembok bekas Keraton Kartasura itu memang layak ditetapkan sebagai cagar budaya berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2010. Namun, dia beralasan kliennya Burhanudin, melakukan kesalahan dalam kondisi tidak sengaja.
"Yang harus diperhatikan dalam pemidanaan adalah apakah terduga pelaku saat melakukan dalam posisi disengaja atau karena kelalaian," kata Bambang.
Bambang menyebut peran pemerintah sangat besar dalam pelestarian cagar budaya. Soal itu menurutnya juga tercantum dalam undang-undang, sehingga Pemkab Sukoharjo seharusnya melindungi cagar budaya dengan baik.
"Sementara fakta di lapangan justru menunjukkan berbeda, bahwa Pemerintah Kabupaten Sukoharjo tidak menjalankan semua aturan terkait perlindungan cagar budaya dengan sebaik-baiknya. Tentu saja pengertian pemerintah di sini tidak hanya eksekutif saja, melainkan termasuk legislatif terkait dengan penganggaran perlindungan cagar budaya di wilayah hukum Kabupaten Sukoharjo," katanya.
Maka itu, Bambang menawarkan proses mediasi sebagai jalan tengah dari kasus tersebut. Terlebih, dia menambahkan, saat ini penegakan hukum banyak diarahkan ke restorative justice.
"Kami siap memperbaiki tembok seperti semula, memakai bata dengan ukuran yang sama, dan lain-lain, jika tawaran mediasi kami disetujui. Kalau tidak ya tidak usah," kata Bambang.
Proses mediasi itu ditawarkan karena Bambang menilai kliennya melakukan perusakan tanpa didasari niat merusak cagar budaya. Sebab, Burhanudin maupun warga sekitar tidak mengetahui status dari tembok tersebut.
"Yang perlu diperhatikan kan apakah tindakan tersebut disengaja atau tidak. Di sini tidak ada mens rea atau niat jahat dari klien saya untuk merusak cagar budaya. Karena di situ tidak ada penanda apapun. Warga sekitar pun tak ada yang tahu," ucapnya.
Bukti bahwa perusakan sudah terjadi sejak lama. Bambang menilai jika Burhanudin harus dipidana, maka orang-orang yang juga melakukan perusakan sebelumnya harus dipidana.
"Kita lihat di sisi selatan tembok itu, hanya 8 meter dari tembok roboh, sudah menjadi bangunan. Di sisi utaranya sudah menjadi jalan, padahal itu dulu pasti juga ada temboknya, sekarang ke mana? Kalau masalah ini dipidana, harusnya semuanya kena, jangan tebang pilih," tutupnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.