SEMARANG, KOMPAS.com - Pemerintah Kota Semarang mengungkapkan penyebab meroketnya harga cabai hingga Rp 60.000 per kilogram di pasar tradisional adalah banyaknya petani yang gagal panen.
Kepala Bidang Pengambangan Perdagangan dan Stabilitas Harga Dinas Perdagangan Kota Semarang, Sugeng Dilianto mengatakan, cabai memang memiliki risiko kegagalan panen yang lebih tinggi.
"Terutama ketika musim yang ekstrem seperti saat ini," jelasnya kepada Kompas.com, Selasa (10/5/2022).
Baca juga: Harga Cabai di Semarang Semakin Pedas Setelah Lebaran, Rp 5.000 Hanya Dapat 3 Biji
Menurutnya, petani budi daya cabai harus memiliki keahlian khusus. Apalagi cabai merupakan salah satu komoditas pangan yang dibutuhkan warga setiap hari.
"Itu sebabnya terjadi lonjakan harga pada cabai saat ini," ujarnya.
Saat ini, banyak petani sedang dilema karena cuaca ekstrem berkepanjangan membuat budi daya cabai gagal panen.
"Ini karena cuaca kalau hujan ya sangat lebat kalau panas ya sangat panas," paparnya.
Laporan yang dia terima, tanaman yang layu karena cuaca ekstrem mencapai 40 persen. Kebanyakan disebabkan infeksi jamur sehingga produksi menurun.
"Jadinya banyak cabai yang layu,"imbuhnya.
Sebelumnya, Pedagang Pasar Karangayu Semarang, Royati mengatakan, kenaikan harga cabai berkisar mulai belasan ribu hingga puluhan ribu rupiah perkilogram.
"Harga cabai sekarang paling mahal di angka 60.000 per kilogram untuk jenis cabai teropong atau cabai merah besar," jelasnya saat ditemui di Pasar Karangayu Semarang.
Dia menjelaskan, sebelumnya harga cabai teropong hanya Rp 25.000. Namun, setelah Lebaran harganya naik menjadi Rp 60.000 perkilogram.
"Cabai teropong yang paling banyak naiknya,"katanya.
Untuk harga cabai ijo yang awalnya Rp 20.000 sekarang juga naik menjadi Rp 35.000 per kilogram. Dia mengatakan, harga cabai naik serentak setelah Lebaran.
"Untuk cabai merah biasa sekarang naik Rp 40.000. Padahal, sebelumnya hanya Rp 15.000," imbuhnya.