NUNUKAN, KOMPAS.com – Banyaknya atensi masyarakat di perbatasan RI – Malaysia di wilayah Sei Ular, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, yang meminta pengamanan TNI untuk menyeberang menuju Nunukan Kota, menjadi perhatian khusus.
Urgensi tersebut, sebenarnya telah diakomodasi oleh Pemerintah Daerah Nunukan, dengan membangunkan pos pantau di pinggir sungai.
Biaya pembangunannya menghabiskan anggaran Rp 80 juta.
Namun, pos pantau yang dimaksudkan untuk personel TNI agar lebih mudah menjamin keamanan WNI, dinilai kurang layak, dan tidak memenuhi standar sebagai pos jaga perbatasan.
Baca juga: Banyak Warga Minta Pengawalan TNI untuk Lewati Sei Ular Nunukan, Ada Apa?
Dikonfirmasi atas kondisi tersebut, Bupati Nunukan Asmin Laura Hafid mengatakan, Pemerintah Daerah mengusahakan pembangunan pos sebagai penguatan keamanan di areal perbatasan.
"Jadi memang pos tersebut dibangun sebagai bentuk respons atas aspirasi masyarakat, terkait perlunya penguatan pengamanan di sekitar Sei Ular. Terutama untuk membantu warga yang tidak mengetahui secara persis batas teritorial, dan meminimalkan risiko terjadinya pelanggaran hukum," ujarnya, Selasa (26/4/2022).
Laura menegaskan, Pos jaga Sei Ular, dibangun berdasarkan koordinasi lintas sektor dan inisiatif warga.
Atas dasar itulah, Pemkab Nunukan memfasilitasi pembangunan Pos Sei Ular dengan bantuan dunia usaha.
Baca juga: Danrem Solo: Mudik Lebaran, TNI Bakal Dirikan Pos Pantau di Kodim Soloraya
Harapannya, keberadaan pos dapat difungsikan secara optimal oleh aparat yang berwenang.
Kendati demikian, Laura mengakui kondisi pos tersebut, hingga saat ini belum berfungsi secara optimal.
Sementara untuk mengakomodasi permintaan Dansatgas Pamtas RI – Malaysia, Pemkab Nunukan belum ada rencana ke arah itu.
"Tentu Pemda menyadari bahwa kontribusi yang mungkin bisa diberikan terkait permasalahan tersebut, hanya sebatas penyediaan pos atas bantuan dunia usaha. Namun teknis operasional, tentu sangat tergantung dari aparatur yang berwenang," kata Laura.