Herawan menyatakan, tidak ada yang memenuhi unsur-unsur dari tindak pidana penipuan ataupun tindak pidana penggelapan yang dipersangkakan penyidik, oleh karenanya berkas perkara itu tidak memenuhi minimal dua alat Bukti.
"Berkas perkara penyidik terkait perjanjian jual beli tanah antara, IS dan AB dengan Syukur, sesungguhnya termasuk dalam ranah perdata dan merupakan perkara perdata murni," kata Herawan dalam keterangan tertulisnya.
Terkait apakah masuk ranah perdata, sebenarnya terdakwa IS dan AB pernah menggugat korban Syukur dalam perkara perdata di Pengadilan Negeri Mempawah, Rabu 11 November 2020, dengan nomor 67/Pdt.G/2020/PN Mpw.
Beberapa hal yang digugat IS dan AB terhadap Syukur, di antaranya meminta surat pengikatan jual beli yang dibuat pada 21 April 2018 adalah sah dan mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Kemudian, IS dan AB juga menyatakan tergugat telah melakukan perbuatan ingkar janji (wanprestasi), sehingga meminta tergugat melunasi sisa pembayaran dan menyatakan uang Rp 2 miliar yang telah diberikan merupakan beban tergugat.
Sedangkan IS dan AB tidak ada kewajiban mengembalikannya.
Namun, dalam sidang putusan Kamis, 15 April 2021, majelis hakim yang diketuai Ezra Sulaiman memutuskan menolak seluruh gugatan penggugat. Bahkan perkara tersebut sudah dinyatakan inkrah.
Perkara dugaan mafia tanah ini bermula tahun 2014.
Saat itu, korban bernama Syukur, bertemu dengan AB dan IS atas perantara YN, mereka menawarkan sebidang tanah seluas 10 hektar depan bekas kantor PT Wana Bangun Agung (WBA), di Jalan Desa Kuala Dua, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya.
Awalnya, tanah tersebut dipatok seharga Rp 250.000 per meter. Setelah proses negosiasi, disepakati seharga Rp 200.000 per meter.
“Saya tanya ke mereka, apakah tanahnya sudah bersertifikat, dijawab belum. Tapi, mereka menjamin 1.000 persen, bahwa tanah itu milik mereka dan tidak bermasalah,” kata Syukur.
Baca juga: Perkara Mafia Tanah di Kalbar yang Rugikan Korban Rp 2 M Dilimpahkan, 2 Tersangka Ditahan
Untuk meyakinkan Syukur, IS dan AB menunjukkan surat jual beli tanah, peta bidang yang dikeluarkan oleh kepala desa setempat dan surat pernyataan tentang penguasaan tanah yang juga diketahui oleh kepala desa.
Keduanya juga menyanggupi dan berjanji akan mengurus sertifikat tersebut.
“Sekitar Oktober 2014, IS dan AB meminta uang sebagai tanda jadi untuk mengurus sertifikat tanah. Lalu saya serahkan uang tunai sebesar Rp 300 juta, dengan dibuatkan bukti kuitansi,” ucap Syukur.