KOMPAS.com - Sebuah rumah di Kampung Plosokuning 5, Kelurahan Minomartani, Kecamatan Ngaglik, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), hancur akibat ledakan petasan pada Jumat (22/4/2022).
Rumah tersebut digunakan untuk menyimpan bahan-bahan petasan.
Berdasarkan keterangan Ketua RT 022 RW 009 Plosokuning Iwan Triantoro, warga rutin menyalakan petasan saat Lebaran.
Kejadian serupa juga terjadi di Desa Ngabean, Kecamatan Mirit, Kebumen, Jawa Tengah, pada tahun lalu.
Di malam takbiran, Rabu (12/5/2021), sebuah rumah hancur akibat bahan petasan meledak.
Peristiwa tersebut merenggut empat nyawa warga.
Baca juga: Tiga Ledakan Hancurkan Rumah di Sleman, 8 Lainnya Rusak, Diduga akibat Petasan
Pertanyaan pun muncul: kenapa orang suka menyalakan petasan saat Lebaran?
Budayawan, Andrik Purwasito, memberikan pandangannya mengenai fenomena itu.
Andrik mengatakan, kegiatan menyalakan petasan merupakan cara masyarakat untuk meluapkan kegembiraan atas datangnya Hari Raya.
“Mereka menyambut Hari Raya dengan bersenang-senang,” ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Minggu (24/4/2022).
Baca juga: Detik-detik Rumah di Sleman Hancur Diduga karena Ledakan Petasan, Warga: Suaranya Sangat Keras
Guru besar bidang Ilmu Komunikasi Lintas Budaya di Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta ini menjelaskan, petasan merupakan salah satu budaya populer lantaran digemari masyarakat.
“Karena murah dan menyenangkan serta mudah didapat, itu namanya pop culture (budaya populer),” ucapnya.
Andrik menuturkan, dalam beberapa kasus, warga jor-joran mengeluarkan uang demi membuat petasan. Bahkan kegiatan menyalakan petasan dibuat kompetisi.
Menurutnya, warga melakukan hal itu karena alasan kebanggaan.
“Mereka bangga, sehabis Hari Raya, jalanan tertutup kertas bekas mercon. Ada juga yang bangga karena berhasil membakar mercon dengan dentuman yang sangat keras,” ungkapnya.
Baca juga: Sederet Kisah Petasan Membawa Petaka Jelang Lebaran, 6 Tewas