PADA 21 Desember 1969, pascapelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA), Pemerintah Indonesia diwakili oleh Kementerian Keuangan, Bank Indonesia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) diwakili oleh United Nations Development Program (UNDP) mendirikan Yayasan Kerjasama untuk Pembangunan Irian Jaya (Joint Development for Irian Jaya) atau kini Papua.
Yayasan Kerjasama Pembangunan Irian Jaya merupakan komitmen dari Pemerintah Belanda untuk menyalurkan dananya melalui UNDP guna pembangunan Papua.
Karena bermitra bersama, maka disebut Yayasan Kerjasama dengan modal pertama masing–masing pihak menyetor 4.000.000 dollar AS, sehingga modal dasar Yayasan menjadi 8.000.000 dollar AS.
Tujuannya percepatan pembangunan Papua terutama di bidang sosial dan ekonomi dengan fokus dan lokus pada masyarakat di kampung-kampung.
Programnya menyiapkan dan memberdayakan masyarakat Papua bertransformasi dari petani peramu dan gurem menjadi petani produksi yang produktif berorientasi pasar, di samping memenuhi konsumsi sendiri.
Misi Yayasan dilakukan melalui empat tahapan. Pertama, meningkatkan kemampuan masyarakat Papua untuk berproduksi di lingkungan tempat mereka bermukim berbasis SDA.
Hasilnya untuk memenuhi konsumsi sendiri dan kelebihannya dapat dijual ke pasar. Artinya, pendekatan pembangunan yang dipraktikkan oleh Yayasan berpijak pada zona ekologi.
Harapannya masyarakat Papua di kampung–kampung dapat berpenghasilan.
Kedua, sosialisasi dan edukasi masyarakat di kampung–kampung agar mengubah pola pertanian dari subsisten kepada ekonomi yang berorientasi pasar.
Ketiga, membina dan memberdayakan masyarakat Papua menjadi pengusaha tani kecil dan nelayan atau ekonomi rakyat, melalui pemberian kredit kecil seperti pemberian kredit UKM di masa sekarang.
Keempat, memberikan pelatihan kepada masyarakat Papua untuk menjadi pengusaha tani atau nelayan yang berpikiran progresif.
Artinya berpikir dan berorientasi modern melalui kegiatan ekonomi pasar, tapi tidak meninggalkan basis sosial kulturalnya.
Aktivitas ekonomi membuat masyarakat berpenghasilan dan otomatis memiliki tabungan. Dampaknya akan meningkatkan kualitas hidup di kampung-kampung.
Tujuan Yayasan tidak utopis berpijak pada realitas dan kondisi masyarakat terutama di kampung–kampung. Yayasan menyadari sepenuhnya mayoritas masyarakat Papua berada di kampung.
Kampung menjadi pusat pertumbuhan kegiatan ekonomi dan produksi sehingga mereka berpenghasilan.
Perputaran roda ekonomi dan uang terjadi di kampung. Masyarakat beraktivitas dan berkompetisi memajukan ekonomi lokal sehingga tak berpikir untuk urbanisasi ke kota seperti yang terjadi kini menumpuknya masyarakat urban di kota-kota di Papua dan Papua Barat.
Realitas menunjukkan Papua saat itu dihadapkan pada dua kondisi isolasi, baik fisik maupun nonfisik, seperti terbatasnya infrastruktur, perhubungan, jalan, jembatan, dermaga, pelabuhan laut dan bandara.
Belum lagi kurangnya ketersediaan listrik, telekomunikasi dan air bersih.
Masyarakat hidup terpencar. Mereka tinggal di daerah pedalaman/pegunungan maupun pesisir pantai dan wilayah terluar.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.