BORONG, KOMPAS.com - Cear Cumpe, sejak lama dikenal sebagai tradisi warga Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk memberikan nama kepada bayi yang baru lahir.
Tanpa perlu kalender nama atau kumpulan buku nama bayi dengan maknanya, leluhur orang Manggarai memberikan nama kampung asli bagi seorang bayi yang berhubungan dengn alam semesta.
Harmonis hubungan alam dengan nama bayi diritualkan oleh nenek moyang orang Manggarai dalam tradisi Cear Cumpe.
Baca juga: Mengenal Budaya Caci, Simbol Ketangkasan dan Kegembiraan Orang Manggarai
Tua Adat Manggarai Timur, Siprianus Ndau (68) kepada Kompas.com, Senin (25/4/2022) menjelaskan, ritual Cear Cumpe merupakan warisan leluhur Manggarai untuk menghormati Sang Pencipta dengan memberi nama bayi setelah bersalin.
Ritual ini biasa dilangsungkan di rumah masing-masing untuk menjaga hubungan harmonis kekeluargaan serta menghormati perempuan.
"Ritual Cear Cumpe merupakan warisan nenek moyang Manggarai untuk memberikan nama bayi setelah bersalin. Orang Manggarai sangat menghargai, menghormati dan menjaga budaya yang sudah diwariskan secara terus menerus," jelasnya.
Siprianus menjelaskan, hingga era modern dan teknologi ini, warisan leluhur ini terus diritualkan secara terus menerus dalam hidup berkeluarga.
Bahkan, keluarga-keluarga Manggarai terus merawat, menjaga dan melestarikan budaya ini secara turun temurun.
"Setiap keluarga selalu melaksanakan ritual Cear Cumpe setelah ibu bersalin. Ritual ini selalu dilaksanakan dalam masyarakat dan keluarga orang Manggarai," jelasnya.
Baca juga: Menyimpan Padi Dalam Bambu Betung, Cara Leluhur Orang Manggarai Selamat dari Paceklik
Akademisi dari Universitas Katolik Santo Paulus Ruteng, Adi M. Nggoro, menjelaskan, Cear Cumpe memiliki makna membongkar tungku api.
Makna ini merujuk pada seorang ibu yang merasa kedinginan sehingga tidur di dekat tungku api untuk menghangatkan badan karena banyak darah keluar setelah bersalin.
Jika seorang ibu merasa badannya sudah cukup hangat dan bayi yang baru lahir sudah lewat dari lima hari setelah bersalin, maka boleh keluar kamar tidur dekat tungku api (ruis sapo) dan tidur di kamar keluarga.
Pindah lokasi tidur dari dekat tungku api ke kamar keluarga inilah yang disebut Cear Cumpe.
Hal itu kemudian dilanjutkan dengan pemberian nama (teing ngasang) setelah bayi berusia 3 bulan.
Baca juga: Dugaan Penipuan Calon Pekerja Asal NTT yang Hendak ke Malaysia, Polisi Periksa 9 Saksi
Acara pemberian nama pertama adalah untuk nama kampung (teing ngasang tu'u agu ngasang beo) sebelum pemberian nama baptis dalam agama Katolik.