KOMPAS.com - Kelompok kriminal bersenjata (KKB) menyerang aparat keamanan selama dua hari, yakni Kamis (21/4/2022) dan Jumat (22/4/2022).
Pada Kamis, mobil Satuan Tugas (Satgas) Operasi Damai Cartenz diberondong tembakan oleh KKB.
Peristiwa ini terjadi di Kampung Nogolaid, Distrik Kenyam, Kabupaten Nduga, Papua.
Terdapat 29 bekas tembakan yang tertinggal di mobil Satgas Operasi Damai Cartenz, termasuk bekas tembakan di salah satu ban. Tidak ada korban jiwa dalam serangan ini.
Sedangkan, pada Jumat, KKB menembaki Pos Satgas Kodim Mupe Yonif 3/Marinir di Kalikote, Distrik Kenyam, Kabupaten Nduga.
Baca juga: KKB Serang Pos Marinir di Nduga Papua, 1 Prajurit Gugur dan 1 Perwira Alami Luka Tembak
Serangan ini menewaskan Pratu Marinir Dwi Miftahul Ahyar dan melukai Mayor Marinir Lilik Cahyanto.
Pengamat terorisme dan intelijen, Stanislaus Riyanta, memberikan pandangannya terkait serangan KKB di Nduga dalam dua hari tersebut.
Dia menilai, KKB tak memandang matra TNI saat melakukan serangan.
“Entah itu AD (Angkatan Darat), Angkatan Laut (AL), maupun AU (Angkata Udara). Siapa pun tentara akan mereka musuhi dan perangi,” ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (23/4/2022).
Dalam beraksi, KKB memanfaatkan pengetahuan tentang medan.
“Mereka orang di situ. Jadi ada tactical gap yang mereka kuasai,” ucapnya.
Baca juga: Personel Satgas Operasi Damai Cartenz Diserang KKB, Diberondong 29 Tembakan
Dengan pengetahuan tentang medan, begitu melakukan serangan, KKB akan kabur ke hutan. Stanislaus menyebutkan, itu sudah menjadi pola serangan KKB.
Meski personel keamanan menggunakan peralatan berteknologi untuk mengejar KKB, tetapi alat tersebut kemungkinan akan menemui kendala karena kondisi geografis.
“Akan sulit (mengejar) kalau melihat kontur, hutan lebat, dan cuaca yang kadang kurang mendukung,” ungkapnya.
Baca juga: Lagi, KKB Tembaki Pos Marinir di Nduga Papua, 1 Prajurit Gugur
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Pusat Studi Politik dan Kebijakan Strategis Indonesia ini menuturkan, untuk meminimalisasi pergerakan KKB, pemerintah perlu melakukan pendekatan kepada masyarakat setempat.
“Masyarakat harus digalang, sehingga mereka tidak memberikan akses dan bantuan kepada KKB. Ini karena KKB juga membutuhkan dukungan masyarakat juga. Saat masyarakat setempat percaya pemerintah, ini bisa mengurangi intervensi KKB,” tuturnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.