KOMPAS.com - Tembok Benteng Keraton Kartasura di Kampung Krapyak Kulon, Kelurahan Kartasura, Kecamatan Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah, dijebol pada Kamis (21/4/2022) sore.
Panjang tembok yang dijebol sekitar sekitar 4-5 meter.
Padahal tembok benteng Keraton Kartasura yang dibangun tahun 1680 tersebut telah didaftarkan sebagai cagar budaya ke Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah.
Artinya tembok benteng itu harus dilindungi dan tidak boleh dirusak atau mengubah bentuk aslinya.
Baca juga: Ketika Tembok Benteng Keraton Kartasura Dijebol Karena Dianggap Habiskan Kas RT
Pemilik lahan yang menjebol tembok benteng keraton tersebut baru membeli lahan tersebut sekitar sebulan lalu.
Lahan seluas 682 meter per segi itu dibeli seharga Rp 850 juta dari seorang warga di Lampung.
Rencananya lahan tersebut akan digunakan untuk kos-kosan. Pada Senin (18/4/2022), pemilik lahan membongkar tembok keraton dengan excavator untuk membuat akses jalan truk pengangkut material.
Selain itu pemilik juga beralasan untuk pembersihan lahan.
Baca juga: Polemik Tembok Peninggalan Keraton Kartasura yang Dijebol untuk Tempat Usaha
Pada Kamis, 21 April 2022 sekitar pukul 15.30 WIB, pemilik lahan kembali membongkar benteng sebelah barat Keraton Kartosuro.
Bupati Sukoharjo Etik Suryani mendengar kabar tersebut pada Jumat (22/4/2022) malam.
Pada Sabtu (23/4/2022), ia langsung ke lokasi untuk melihat langsung situs peninggalan Keraton Kartasura tersebut.
Etik mengaku kecewa dengan peristiwa tersebut karena tembok benteng keraton tersebut sudah masuk dalam cagar budaya yang dilindungi.
"Tadi malam dapat berita ini saya bisa meluncurnya (ke lokasi) baru hari ini. Sebenarnya saya sangat kecewa sekali, menyayangkan kenapa selaku warga apalagi penduduk asli dari Kartasura tidak tahu sejarahnya yang ada di sini," kata Etik di Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah, Sabtu (23/4/2022).
Baca juga: Soal Tembok Benteng Keraton Kartasura Dijebol, Gibran: Itu Ngawur
Ia mengatakan pemilik lahan seharus memberitahu pihak kelurahan atau kecamatan sebelum menjebol tembok.
"Apalagi dia belum ada izin mendirikan tempat usaha. Makanya harus tanya dulu jangan asal gempur. Kalau sudah begini bagaimana? Saya sangat kecewa sekali," tutur dia.
Sebagai warga asli daerah seharusnya bisa ikut membantu pemerintah dalam mensosialisasikan keberadaan situs atau peninggalan sejarah dari Keraton Kartasura.
Selain itu ia juga mempertanyakan sertifikat tanah di dalam kawasan cagar budaya tersebut. Karena menurut dia, tanah dalam keraton tak bisa bersertifikat.
"Hanya menempati bangunan. Jadi magersari istilahnya. Kok dia bisa mempunyai sertifikat itu yang saya pertanyakan," ungkap Etik.
Karena itu, pihaknya akan menelusuri asal usul sertifikat tanah di dalam kawasan tersebut.
"Harapan kami nanti bisa diselesaikan sesuai dengan aturan yang ada. Jadi kami tidak bisa langsung iya memaafkan. Tapi ini benar-benar diselesaikan. Mereka mengembalikan mungkin tidak bisa. Batu batanya saja satu kilo lebih. Kita beli bata seperti itu tidak mungkin bisa ada di sini," ungkap dia.