KOMPAS.com - Pulau Batanta menyimpan banyak objek menarik mulai hutan pohon mangrove yang telah berusia ratusan tahun, air terjun Warinka Bom, situs sejarah bawah laut berupa puing pesawat tempur era Perang Dunia Kedua hingga puluhan spesies anggrek liar.
Pulau cantik ini berada di Raja Ampat, sepotong surga memukau di Provinsi Papua Barat. Raja Ampat memiliki empat pulau besar seperti Misool, Waigeo, Salawati dan Batanta.
Setiap pulau memiliki keindahan yang berbeda.
Pulau Batanta sendiri berjarak sekitar 34 kilometer dari Sorong atau sekitar satu jam perjalanan laut menggunakan speedboat.
Baca juga: Kunjungi Sanggar Baca di Perbatasan RI-PNG, Wakapolda Papua Ajak Anak-anak Semangat Belajar
Dengan luas 60 kilometer persegi, pulau ini memiliki ekosistem alami mulai dari pantai, hutan hujan tropis dengan pohon-pohon besar tumbuh rapat menjulang tinggi.
Pantainya berpasir putih halus dan air lautnya biru jernih. Barisan terumbu karang di perairan dangkal sedalam 40 sentimeter akan langsung menyambut siapa saja yang berkunjung ke tempat ini.
Spot ini ada tempat terbaik untuk mereka yang menggemari olahraga menyelam. Tak hanya terumbu karang serta jutaan ikan hiasa aneka warna.
Wisatawan yang menyelam bisa melihat situs bersejarah peninggalan Perang Dunia II di kawasaan Pasifik yakni bangkai-bangkai pesawat tempur asing yang tenggelam di bawah laut Batanta.
Baca juga: Sosok Patricia Mokay, Dirikan Papua Foundation dan Dampingi Anak-anak Panti Asuhan di Papua
Pada beberapa titik perairan yang menjorok satu kilometer dari bibir, dimanfaatkan warga sekitar untuk budi daya kerang mutiara.
Walaupun cukup luas, pulau itu hanya dihuni 300 penduduk dari suku Marandan Weser dan Yarweser yang bermukim di Wayman, Yenanas, dan Wailebet.
Akar-akarnya berukuran sangat besar berdiameter 20-30 sentimeter dan keluar dari batang pohon, mencengkeram permukaan lahan lumpur basah.
Lengkungan akar pada titik teratas bahkan melewati postur tubuh manusia dewasa.
Pemandangan seperti ini sangat jarang ditemui pada ekosistem hutan mangrove sejenis di tanah air.
Baca juga: BKSDA Papua Barat Gagalkan Penyelundupan 81 Ekor Burung Dilindungi, Ada Cenderawasih dan Kakatua
Setidaknya terdapat dua jalur anak sungai di timur dan barat pulau untuk masuk ke ekosistem mangrove unik ini.
Kawasan hutan mangrove yang berada di tengah pulau ini menjadi pintu masuk menuju sebuah kawasan air terjun cantik setinggi 10 meter yang menjadi favorit pengunjung.
Namanya adalah air terjun Warinka Bom atau dalam bahasa setempat berarti air yang tak kunjung habis.
Sumber air terjun berasal dari mata air di puncak tertinggi pulau.
Perjalanan menuju air terjun diawali dari dermaga kecil di tepian anak sungai Batanta yang membelah hutan mangrove.
Pengunjung dapat berjalan kaki melewati jembatan kayu sepanjang 100 meter di antara hutan mangrove serta hutan hujan dengan ribuan pohon yang tumbuh rapat ibarat payung menutupi kita dari terpaan sinar mentari yang kesulitan menembusnya.
Bila beruntung, pengunjung dapat bertemu burung ikon Papua, cenderawasih aneka jenis yang terbang bebas di dalam hutan.
Medan menuju air terjun cukup terjal. Pengunjung harus berpegangan pada akar pohon dan tali tambang serta merayapi tepian tebing atau menyusuri tepi sungai kecil berair jernih untuk menyingkat waktu.
Setelah menghabiskan satu jam berjalan kaki, pengunjung akan sampai di air terjun.
Baca juga: Mengenal Suku Korowai di Papua Selatan, Hidup di Pohon, Menjunjung Tinggi Hak Ulayat
Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berkolaborasi dengan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua Barat menemukan 90 jenis anggrek.
Sebagian belum diketahui nama spesiesnya dan masih dalam proses identifikasi dari penelitian yang digelar sejak Maret 2022.
Salah satu temuannya adalah anggrek Dendrobium cuneatum.
Baca juga: Pemprov Papua Audiensi dengan Kementerian KP, Perda RZWP3K Papua Disetujui
Peneliti BRIN, Destario Metusala menjelaskan anggrek berbunga mini berwarna kehijauan ini sebelumnya hanya ditemukan di region Sulawesi dan Maluku saja.
"Temuan spesies ini di Pulau Batanta (region Papua) akan menambah informasi terkait jangkauan distribusi alaminya yang ternyata melewati zona Wallacea dan mencapai zona biogeografi Australasia," jelasnya seperti dikutip dari siaran pers BRIN belum lama ini.
Selain itu peneliti juga menemukan anggrek akar Taeniophyllum torricellense yang sebelumnya hanya ditemukan di dua lokasi, yaitu Pulau San Cristobal di Kepulauan Solomon dan Pegunungan Torricelli, Papua Nugini.
Baca juga: Potret Kesederhanaan Kampung Favenembu di Perbatasan Indonesia dan Papua Nugini
Tim juga menemukan anggrek epifit Dendrobium incumbens yang sebelumnya hanya tercatat berasal dari dua titik lokasi di Papua Nugini, yaitu Distrik Sepik dan Morobe.
Lokasi-lokasi yang disebutkan tadi berjarak sangat jauh dengan Pulau Batanta di Papua Barat.
Para peneliti juga berhasil mengungkap temuan menarik bahwa ada upaya pemanfaatan lebih dari 100 jenis tumbuhan oleh masyarakat adat setempat untuk berbagai keperluan.
Tumbuhan-tumbuhan ini dipakai untuk berbagai keperluan, mulai dari obat-obatan, pangan lokal, pakaian, upacara tradisional, kerajinan, perlengkapan rumah, bangunan, hingga material untuk membuat perahu,” kata Reza Saputra, peneliti BBKSDA Papua Barat.
Baca juga: 3 Hal Di Indonesia yang Disorot oleh Laporan HAM AS, PeduliLindungi hingga Konflik Papua
Masyarakat Batanta memanfaatkan tanaman wil-gelfun (Coscinium fenestratum) yang banyak tumbuh liar di hutan sebagai obat tradisional herbal untuk penyakit malaria, sakit mata, gangguan pencernaan, serta badan letih.
Ada juga tumbuhan teliih (Terminalia catappa) yang banyak tumbuh liar di pesisir yang digunakan untuk mengobati luka terbuka, gangguan pencernaan, hingga diare.
SUMBER: Indonesia.go.id
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.