BENGKULU, KOMPAS.com - Warga Desa Padang Pelawi, Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu, Usman (62) kini lebih banyak terbaring.
Ia mengalami lumpuh total dan tak bisa bicara dengan jelas setelah kecelakaan di jalan rusak di Kelurahan Kandang Mas, Kecamatan Kampung Melayu, Kota Bengkulu, sekitar dua pekan lalu.
Menantu Usman, Ulan, menyatakan kekecewaannya pada pemerintah. Ulan menilai pemerintah tidak bertanggungjawab karena membiarkan jalan rusak dalam jangka waktu yang lama.
"Kami kecewa sama pemerintah karena membiarkan jalan tetap rusak sejak lama, akibatnya bapak mengalami kecelakaan," tutur Ulan.
Satuan Lantas Polres Bengkulu mencatat, selama Januari-April 2022, jumlah kecelakaan akibat jalan rusak mencapai 15 kasus. Menyebabkan 2 orang meninggal dunia, luka ringan, dan luka berat.
Praktisi hukum Provinsi Bengkulu, Firnandes Maurisya menyebutkan, masyarakat dapat melakukan gugatan pada penyelenggara negara. Baik itu pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota) yang dianggap abai sehingga mengakibatkan terjadinya kecelakaan.
"Penyelenggara jalan (pemerintah) wajib memperbaiki jalan yang mengalami kerusakan yang dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan lalu lintas, atau setidak-tidaknya memberikan tanda/rambu pada jalan yang rusak tersebut untuk mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas," tutur Firnandes.
Hal ini diatur dalam Pasal 24 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan No 22 Tahun 2009.
Baca juga: 105 Titik Jalan Rusak di Kota Malang Diperbaiki, Ditargetkan Selesai Sebelum Lebaran
Bila penyelenggara jalan mengabaikan hal tersebut, sesuai ketentuan pidana dalam UU Lalu Lintas, mereka bisa dipidana tergantung kondisi korban setelah kecelakaan.
Mulai dari pidana penjara 6 bulan atau denda Rp 12 juta untuk kecelakaan ringan, sampai dengan pidana penjara 5 tahun atau denda Rp 120 juta untuk korban meninggal dunia.
Pengabaian juga termasuk pemerintah yang tidak memberikan rambu jalan rusak di ruas jalan yang rusak.
Termasuk penyelenggara jalan yang tidak memasang rambu-rambu jalan rusak dapat dipidana atau denda menurut UU tersebut.
Selain dapat dipidana, warga negara yang menjadi korban dapat mengajukan tuntutan secara perdata kepada penyelenggara jalan tersebut.
Tinggal di tingkatan mana yang bertanggungjawab terhadap penyelenggara jalan tersebut.
"Warga negara tinggal menyiapkan dokumen-dokumen untuk mengajukan tuntutan secara perdata tersebut dan mengajukannya ke Pengadilan Negeri setempat," beber Firnandes.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.