SEMARANG, KOMPAS.com - Ratusan anak buah kapal (ABK) asal Jawa Tengah terjebak perbudakan modern di atas kapal perikanan berbendera asing.
Berdasarkan data Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) tercatat ada kenaikan laporan pengaduan kasus yang cukup signifikan dari tahun ke tahun.
Jumlah kasus yang menimpa ABK asal Jawa Tengah dari 2014 hingga 2021 tercatat di Kabupaten Tegal ada 100 kasus, Kabupaten Brebes ada 74 kasus, Kabupaten Pemalang ada 54 kasus, Kabupaten Banyumas ada 13 kasus, dan Kabupaten Cilacap ada 12 kasus.
Baca juga: Speedboat Terbakar Diduga Korslet Mesin, Motoris dan ABK Terluka Bakar
Sekjen SBMI, Bobby Anwar Maarif menyebut persoalan yang seringkali dihadapi para ABK selama bekerja di kapal asing yakni penipuan, penahanan dokumen, pemotongan gaji, kerja melebihi batas waktu, hingga kekerasan fisik.
"Bahkan setelah mereka pulang ada yang tidak menerima transfer gaji, uang jaminan hangus, perusahaan perekrutan sudah ganti nama, dipulangkan dalam keadaan sakit hingga penggelapan santunan dari perusahaan," kata Bobby kepada Kompas.com, Selasa (19/4/2022).
Belum lagi, kata dia selama 2015-2021 ada sebanyak 45 ABK Indonesia meninggal saat bekerja di kapal ikan asing.
"Dari jumlah tersebut ada 46,6 persen (21 ABK) di antaranya berasal dari Jawa Tengah. Itu berdasarkan laporan pengaduan kasus dan pemberitaan di media massa," ungkapnya.
Dalam laporan yang diterbitkan Greenpeace Asia Tenggara dan SBMI ditemukan sebanyak 20 agen perekrut dan penyalur ABK terlibat dalam praktik ilegal perbudakan ABK.
"Sebagian besar manning agency itu beroperasi di kawasan Pantura Jawa Tengah," ucapnya.
Baca juga: 5 ABK Indonesia Selamat dari Ledakan Kapal Tanker Chuang Yi di Hong Kong
Menurutnya, berkaca dari banyaknya kasus yang menimpa awak kapal Jawa Tengah di kapal perikanan berbendera asing, perlu ada perbaikan tata kelola perekrutan, penempatan dan pelindungan ABK.
Ia menjelaskan peraturan terkait perlindungan ABK sebenarnya sudah diatur dalam Undang Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Undang Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
"Namun, ada peluang perlindungan ABK melalui Perda seperti yang sudah dilakukan di Indramayu dan Jawa Timur," ucapnya.
Aturan itu merujuk pada Surat Edaran Mendagri Nomor 560/2999 tahun 2021 tentang Dukungan Layanan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dan PP Nomor 59 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
Untuk itu, pihaknya mendesak Pemprov Jawa Tengah membuat kebijakan guna memutus mata rantai praktik penipuan, penjeratan utang dan kerja paksa dalam perekrutan dan penempatan ABK di kapal ikan asing.
Baca juga: Kapal Nelayan Terbakar di Teluk Jakarta, 10 ABK Lompat ke Laut, Lalu Diselamatkan TNI AL
"Pemerintah Provinsi Jawa Tengah juga perlu segera bertindak dan melakukan evaluasi seluruh manning agency mengingat Jawa Tengah adalah salah satu wilayah konsentrasi perekrutan ABK di Indonesia," tuturnya.
Juru kampanye laut Greenpeace Indonesia, Afdillah menambahkan perbudakan terhadap ABK ini kerap berdampingan dengan praktik perikanan ilegal di skala global atau IUU (illegal, unreported, unregulated) fishing.
Menurutnya, permintaan ikan yang terus meningkat sedangkan stok ikan sudah berkurang drastis, membuat banyak perusahaan produk makanan laut dan pemilik kapal sudi melakukan berbagai cara untuk tetap meraup untung, bahkan dengan mengeksploitasi ABK.
"Di sisi lain, karena tekanan ekonomi dan keterbatasan lapangan pekerjaan, akan selalu ada anak muda yang berminat menjadi ABK. Rantai ini yang perlu kita putus," tegasnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.