Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Noken Asli Suku Kamoro Papua, Dibuat dari Kulit Kayu dan Daun

Kompas.com - 09/04/2022, 13:16 WIB
Roberthus Yewen,
Andi Hartik

Tim Redaksi

MIMIKA, KOMPAS.com - Cara membuat noken asli Papua di setiap suku dan wilayah adat berbeda-beda. Secara tradisi, ada suku yang menganyam, ada juga yang menyulam dan merajutnya.

Bahan untuk membuat noken juga berbeda-beda. Ada yang menggunakan tali, kulit kayu, daun dari pohon yang ada di setiap sukunya masing-masing.

Seperti noken yang dihasilkan oleh Suku Kamoro di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua. Suku ini memiliki budaya membuat noken yang berbeda dengan suku-suku lainnya di Papua. Begitu juga dengan bahan untuk membuat noken.

Baca juga: Mengunjungi Kampung Yokiwa, Segitiga Emas Napas Danau Sentani

Suku Kamoro dikenal dengan tradisi menganyam noken. Tradisi menganyam noken Suku Kamoro terdapat diberbagai kampung yang ada di wilayah Mimika bagian timur hingga Mimika bagian barat. Tradisi menganyam noken Suku Kamoro telah ada sejak dahulu kala hingga saat ini.

Bahan dan cara membuat

Tokoh masyarakat Suku Kamoro, Dominggus Kapiyau mengatakan, bahan untuk membuat noken asli Suku Kamoro tidak sembarang daun dan kulit kayu, tetapi dari bahan yang selama ini dipakai secara turun temurun oleh masyarakat Suku Kamoro.

Baca juga: Menengok Cantiknya Kampung Yoboi, Desa Wisata di Atas Danau Sentani (1)

“Masyarakat Suku Kamoro membuat noken menggunakan bahan kulit kayu dari pohon naru dan daun tikar dari pohon kopa,” kata Minggus, sapaan Dominggus Kapiyau, kepada Kompas.com, Jumat (8/4/2022).

Bahan pembuatan noken ini diambil dari hutan yang ada di sekitar lokasi masyarakat Suku Kamoro tinggal, tak jauh dari lokasi perkampungan warga. Bahkan, pohon pembuatan noken ini ditanam oleh masyarakat Suku Kamoro.

“Bahan-bahan pembuatan noken ini berada di sekitar masyarakat Suku Kamoro. Bahannya ada di sekitar perkampungan di sekitar halaman rumah mereka. Bahkan, bahannya ada yang ditanam,” katanya.

Daun tikar dan kulit pohon naru dibawa oleh mama-mama dari hutan ataupun dari halaman rumah di sekitarnya. Lalu, daun tikar dan kulit kayu itu dijemur di bawah teriknya matahari.

“Apabila daun tikar dan kulit pohon sudah kering, maka akan diambil oleh mama-mama Suku Kamoro untuk mulai menganyam noken,” jelasnya.

Angelbertha Boi Duli, saat mencoba meganyam noken asli Suku Kamoro di depan rumah Mama Bernadeta Natuapoka di SP 04, Distrik Wania, Kabupaten Mimika, Papua.KOMPAS.COM/Roberthus Yewen Angelbertha Boi Duli, saat mencoba meganyam noken asli Suku Kamoro di depan rumah Mama Bernadeta Natuapoka di SP 04, Distrik Wania, Kabupaten Mimika, Papua.
Menganyam noken

Bernadeta Natuapoka, salah satu mama yang kini sudah berusia 82 tahun masih aktif menganyam noken asli Suku Kamoro. Ia tinggal bersama anak-anak dan cucu-cucunya.

Memanfaatkan halaman depan rumahnya di SP 04, Distrik Wania, Kabupaten Mimika, Papua, Mama Bernadeta begitu serius menganyam noken. Meski matanya sudah rabun dan tidak melihat dengan jelas, senyumnya masih mengembang ketika mengayam noken.

Kedua tangan Mama Bernadeta memegang noken sambil menganyamnya. Noken yang dianyam wanita paruh baya ini adalah noken yang berasal dari kulit kayu pohon waru.

Baca juga: Sempat Berbelanja, Jokowi Borong Noken di Jayapura

Mama Bernadeta melepaskan sejenak anyaman nokennya, lalu berdiri dan berjalan ke dalam rumahnya guna mengambil dua buah noken asli Kamoro hasil anyamannya yang sudah jadi.

“Noken berukuran sedang ini dalam sehari saya bisa anyam selesai. Jika tidak ke mana-mana, maka dalam sehari saja nokennya sudah jadi,” ungkapnya sambil menunjukkan dua noken yang telah dibuatnya tersebut.

Baca juga: Cuplikan Film Si Tikam Noken Picu Kontroversi, Ini Kata Tokoh-tokoh di Papua

Bagi mama Bernadeta, menganyam noken Suku Kamoro merupakan pekerjaannya sehari-hari, sehingga tak heran untuk membuatnya tidak sulit baginya.

“Noken begini kalau mama tidak jalan, maka dalam sehari saja sudah jadi. Tapi kalau mama ada keluar jalan, maka bisa dua hari sudah jadi,” ucapnya.

Noken asli Kamoro ini dijual oleh Mama Bernadeta dengan harga Rp 100.000 hingga Rp 150.000 per noken. Jika ada yang ingin membelinya, bisa langsung datang ke rumah Mama Bernadeta. Ia tidak biasa menjualnya seperti penjualan noken lainnya.

“Saya tidak biasa jual di pasaran seperti di depan pertokoan atau di pinggir jalan. Biasa kalau ada yang membeli, maka datang langsung membelinya di rumah. Kalau tidak ada yang biasa pesan, maka saya langsung membuatnya,” ungkapnya.

Butuh regenerasi

Sayangnya, keterampilan menganyam noken ini tidak diteruskan oleh Mama Bernadeta yang kini berusia hampir satu dekade ini kepada anak-anak dan cucu-cucunya.

Bukannya tidak mau meneruskan, menurut Mama Bernadeta, anak dan cucunya tidak mau belajar dan melihat langsung proses cara membuat noken asli Suku Kamoro.

“Anak-anak dan cucu-cucu tidak bisa menganyam noken. Mereka malah bekerja yang lain. Ada yang jualan lain dan tidak bisa menganyam noken,” katanya.

Dua noken asli Kamoro yang selesai dianyam oleh Mama Bernadeta Natuapoka menggunakan bahan daun tikar. Salah satu bahan baku pembuatan noken asli Suku Kamoro.KOMPAS.COM/Roberthus Yewen Dua noken asli Kamoro yang selesai dianyam oleh Mama Bernadeta Natuapoka menggunakan bahan daun tikar. Salah satu bahan baku pembuatan noken asli Suku Kamoro.
Sementara itu, menurut Dominggus keterampilan menganyam noken asli Kamoro ini kebanyakan tidak diteruskan oleh mama-mama kepada anak-anaknya lantaran mereka sudah jarang, bahkan tidak pernah duduk di samping mama ketika menganyam noken.

“Anak-anak kebanyakan sudah tidak lagi duduk di samping mama dan melihat mereka menganyam noken, sehingga keterampilan menganyam noken asli Suku Kamoro tidak diteruskan ke anak-anak, bahkan cucu-cucu,” tuturnya.

Selain itu, Dominggus menyampaikan, anak-anak sekarang sudah terpengaruh dengan digitalisasi seperti handpone, komputer dan lain sebagainya, sehingga sudah tidak terlihat minat mereka untuk meneruskan keterampilan dari orangtuanya dengan menganyam noken.

Baca juga: Mengenal Daerah yang Menjadi Calon Provinsi Baru Papua Selatan

“Pengaruh teknologi sangat besar, sehingga anak-anak sudah tidak lagi meneruskan keterampilan orang tuanya, seperti menganyam noken. Di daerah perkotaan sudah tidak ada lagi. Kalau masih ada itupun di daerah-daerah perkampungan,” ujarnya.

Perlu galeri noken

Noken asli Papua, termasuk noken asli Kamoro ini sudah diakui oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) PBB sejak 2012 sebagai warisan budaya dunia. Oleh karena itu, noken seharusnya terus dilestarikan di setiap suku-suku yang ada di Papua, termasuk noken asli Suku Kamoro yang dianyam menggunakan daun tikar dan kulit kayu Pohon Waru ini.

Baca juga: RUU Pemekaran Provinsi di Papua Disetujui, Ketua Tim PPS Tolak Usulan Nama Provinsi Anim Ha

Dominggus mengatakan, perlu adanya Galeri Noken yang di dalamnya mengajarkan anak-anak tentang cara menganyam noken asli Suku Kamoro.

“Dengan mengajarkan anak-anak menganyam noken melalui Galeri Noken, maka akan dapat melestarikan noken asli Suku Kamoro kedepan,” katanya.

Tidak hanya itu, di setiap sekolah-sekolah perlu adanya muatan lokal (mulok) yang mengajarkan anak-anak tentang keterampilan menganyam noken asli Suku Kamoro. Dengan begitu, pelestarian menganyam noken asli Suku Kamoro akan tetap terjaga di wilayah Kabupaten Mimika.

“Sekolah-sekolah harus memasukan muatan lokal tentang pembuatan noken asli Suku Kamoro, sehingga anak-anak bisa dilatih membuat noken. Dengan begitu kita akan ikut melestarikan tradisi menganyam noken asli Kamoro di sekolah-sekolah,” ujar pensiunan guru ini.

Anggota DPR Papua, John NR. Gobai mengatakan, dirinya selama ini mendorong agar Galeri Noken yang berada di Expo, Kota Jayapura bisa difungsikan untuk mendidik dan mengajarkan anak-anak tentang cara menganyam dan merajut noken.

“Dengan begitu kita akan ikut melestarikan cara merajut dan menganyam noken dari masing-masing suku yang ada di Papua,” katanya.

John menjelaskan, dengan adanya Galeri Noken ini, maka noken-noken asli dari setiap suku yang ada di Papua akan ditaru dan menjadi museum noken yang dikunjungi oleh para pengunjung dari dalam negeri maupun luar negeri.

“Dalam Galeri Noken ini kita bisa taru noken-noken asli dari setiap suku dan kita bisa jadikannya sebagai tempat untuk melatih anak-anak membuat noken asli di Papua,” jelasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Daging Sapi di Pasar Kebumen Naik Jelang Idul Fitri

Harga Daging Sapi di Pasar Kebumen Naik Jelang Idul Fitri

Regional
Penerimaan Bintara Polisi di Papua, Ada Kuota Khusus untuk Anak Kepala Suku

Penerimaan Bintara Polisi di Papua, Ada Kuota Khusus untuk Anak Kepala Suku

Regional
Terungkap Asal Puluhan Senjata Api di Bandung, Dititipi Suami yang Ditahan di Lapas Cipinang

Terungkap Asal Puluhan Senjata Api di Bandung, Dititipi Suami yang Ditahan di Lapas Cipinang

Regional
Pesta Sabu dengan Temannya, Caleg Gagal Asal Pati Diringkus Polisi

Pesta Sabu dengan Temannya, Caleg Gagal Asal Pati Diringkus Polisi

Regional
Banjir Demak Berangsur Surut, Ribuan Orang Tinggalkan Pos Pengungsian

Banjir Demak Berangsur Surut, Ribuan Orang Tinggalkan Pos Pengungsian

Regional
Kualitas Rendah, Beras Lokal di Kebumen Kurang Diminati meski Harganya Turun

Kualitas Rendah, Beras Lokal di Kebumen Kurang Diminati meski Harganya Turun

Regional
Diduga Hendak Perang Sarung, Puluhan Pelajar di Demak Diamankan Polisi

Diduga Hendak Perang Sarung, Puluhan Pelajar di Demak Diamankan Polisi

Regional
SPBU di Jalan Utama Kabupaten Semarang Diperiksa untuk Mencegah Kecurangan

SPBU di Jalan Utama Kabupaten Semarang Diperiksa untuk Mencegah Kecurangan

Regional
Peringati Jumat Agung, Remaja di Magelang Rasakan Penyaliban Yesus

Peringati Jumat Agung, Remaja di Magelang Rasakan Penyaliban Yesus

Regional
Aktivitas Gunung Marapi Meningkat, Wagub Audy Minta Warga Waspada

Aktivitas Gunung Marapi Meningkat, Wagub Audy Minta Warga Waspada

Regional
Jalan Rusak Pasca Banjir di Demak Ditargetkan Rampung Sebelum Lebaran

Jalan Rusak Pasca Banjir di Demak Ditargetkan Rampung Sebelum Lebaran

Regional
Sebelum Bunuh Mantan Anak Buah, Bos Madu di Banten Konsumsi 10 Pil Koplo

Sebelum Bunuh Mantan Anak Buah, Bos Madu di Banten Konsumsi 10 Pil Koplo

Regional
Depresi Hamil di Luar Nikah, Remaja Putri di Jepara Bekap dan Buang Bayinya ke Sungai

Depresi Hamil di Luar Nikah, Remaja Putri di Jepara Bekap dan Buang Bayinya ke Sungai

Regional
Harvey Moeis Jadi Tersangka, Kasus Bermula dari Anjloknya Ekspor PT Timah Tbk

Harvey Moeis Jadi Tersangka, Kasus Bermula dari Anjloknya Ekspor PT Timah Tbk

Regional
Jalan Salib di Pulau Sumba, Angkat Isu Kerusakan Alam yang Jadi Masalah Zaman Modern

Jalan Salib di Pulau Sumba, Angkat Isu Kerusakan Alam yang Jadi Masalah Zaman Modern

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com