Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Ratusan Bidang Tanah Tambang Quarry di Wadas Selesai Dinilai, Pembayaran Ditarget Sebelum Lebaran

Kompas.com - 07/04/2022, 10:40 WIB
Bayu Apriliano,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

PURWOREJO, KOMPAS.com - Proses pembebasan lahan quarry di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Selesai dinilai oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP). Pembayaran ganti kerugian ratusan bidang tanah tersebut ditarget sebelum lebaran.

Hal itu terungkap saat Badan Pertanahan Nasional (BPN) melakukan tahap musyawarah penetapan harga tanah dan nilai tanam tumbuh telah di Balai Desa Cacaban Kidul, Kecamatan Bener, Purworejo pada Rabu (6/4/2022).

Kegiatan diikuti 131 warga pemilik 164 bidang tanah desa Wadas calon quarry. Musyawarah penetapan bentuk ganti kerugian dan besaran ganti kerugian hasil penilaian oleh KJPP.

Baca juga: Jadi Penceramah di Masjid UGM, Ganjar Bicara Masalah Wadas

Agenda juga dihadiri KJPP, BPN Purworejo, Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO), Perwakilan Pemkab Purworejo, dan Forum Komunikasi Pimpinan Kecamatan (Forkopimcam) Bener.

Kepala BPN Purworejo, Andri Kristanto mengatakan, musyawarah kali ini diikuti warga pemilik lahan di desa Wadas. Tidak hanya warga Wadas, tetapi juga ada warga Cacaban, Kaliwader, Pekacangan, dan warga desa lain yang memang memegang hak atas lahan Wadas.

"Kali ini ada 164 bidang tanah, warga berharap ganti rugi bisa cair sebelum lebaran, kami mencoba merealisasikan itu. Namun, semua tetap tergantung warga, hasil musyawarah kali ini," katanya.

Dijelaskan, musyawarah dilakukan untuk menentukan bentuk ganti rugi dan harga bidang tanah, bangunan serta tanam tumbuh.

Warga diberi kesempatan untuk mencermati, menyampaikan pendapat jika ada yang tidak pas atau salah atas penilaian KJPP untuk kemudian bisa dibetulkan.

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

Baca juga: Gempadewa Bantah Batalkan Dialog soal Wadas di UGM, Ganjar Belum Diundang

Ganti rugi bisa diberikan dalam lima bentuk yakni uang, tanah pengganti (biasanya tanah kas desa,red), pemukiman kembali (bedol desa), kepemilikan saham (untuk perusahaan) serta bentuk lain yang disetujui kedua belah pihak.

"Mempercepat waktu, kami langsung tawarkan ganti rugi uang yang bisa diserahkan secara cepat. Warga setuju dan sepakat. Teknis pencairan, masing-masing akan dibukakan rekening berikut ATM di bank yang ditunjuk pemerintah," jelasnya.

Sesuai lampiran undangan, pemegang hak diminta mencermati semua kolom yang ada, mulai identitas diri (nama, alamat, tanggal lahir) dipastikan sesuai dengan KTP.

Luas tanah dan indikasi penilaian tanah, bangunan serta tanam tumbuh semua dicermati. Jangan sampai ada yang salah sebelum ditetapkan dalam tenggat waktu penyampaian 14 hari.

Adapun rumus penghitungannya, yakni ganti rugi nilai fisik terdiri dari luas tanah, bangunan dan tanaman ditambah non fisik yaitu nilai penggantian wajar baik histori atau waktu menunggu dari 2018 lalu.

"Jadi Indikasi nilai fisik ditambah indikasi nilai non fisik dijumlah dan masuk di kolom paling bawah, nilai atau harga yang tercantum nanti dicocokan dengan buku tabungan di rekening masing-masing penerima," ucapnya.

Baca juga: Beredar Konflik Wadas Jadi Soal di Ujian Anak SD

Eri Winanto dari KJPP menambahkan, penentuan harga tanah ditentukan melalui konsorsium KJPP, dimana ada tiga konsorsium yang secara bersama dan sepakat menentukan harga. Menggunakan aplikasi untuk menggambarkan data pasar yang mirip dan sebanding dengan Wadas.

Pihak KJJP juga menggunakan Pembanding bahkan lebih dari satu, semua memiliki kandungan andesit yang sama seperti Wadas, meskipun tidak persis dan serupa secara topografi wilayah.

"Musyawarah kali ini warga sudah sepakat untuk harga tanah, menyisakan tanam tumbuh yang memungkinkan untuk revisi, Kami akan sampaikan lebih rigid, rincian jenis pohon berikut harganya, sebelumnya akan kami musyawarahkan dulu," ucapnya.

Sri Mulyani, warga Kaliwader mengungkapkan, ia memiliki dua bidang tanah di Wadas calon quarry. Ia sepakat taksiran harga tanah KJPP, namun untuk nilai tanam tumbuh ia belum sepakat dan siap menunggu revisi dari KJPP.

"Saya minta kejelasan untuk tanam tumbuh ini secara detail, dan setelah musyawarah ini prosesnya bagaimana, kapan batas waktu setuju semua ini, saya berapa sebelum lebaran sudah cair," ungkapnya.

Wasisno, warga Wadas menambahkan, untuk harga tanah ia sebetulnya berharap bisa lebih tinggi, namun karena sudah menjadi penilaian dan pilihannya hanya ada dua setuju atau menolak, maka dia setuju.

Baca juga: Dialog Terbuka soal Wadas di UGM Batal, Ini Penjelasan Pemprov Jateng

Hanya saja untuk penilaian tanam tumbuh masih jauh dari ekspektasi. Terlebih lahan yang dibebaskan adalah hutan yang notabene cukup kaya dengan tanam tumbuh.

"Pohon besar, sedang, kecil kami minta dijelaskan secara detail berikut harganya," harapnya.

Ditambahkan, untuk nilai tanam tumbuh juga sudah ada Peraturan Bupati (Perbup) berikut klasifikasi pohon hanya ada tanaman kecil, sedang dan besar. Tidak ada kolom bibit. Sementara tanaman kecil dijabarkan oleh KJPP sebagai jenis bibit semuanya.

"Jadi di Perbub itu hanya ada tiga klasifikasi (tanaman Kecil, Sedang dan Besar) tidak ada klasifikasi tanaman bibit. Terkait itu kami belum setuju, penentuan harga tanam tumbuh masih dipertanyakan," imbuhnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Lapak Pigura di Kota Serang Mulai Banjir Pesanan Foto Prabowo-Gibran

Lapak Pigura di Kota Serang Mulai Banjir Pesanan Foto Prabowo-Gibran

Regional
Cerita Petani di Sumbawa Menangis Harga Jagung Anjlok Rp 2.900 Per Kilogram

Cerita Petani di Sumbawa Menangis Harga Jagung Anjlok Rp 2.900 Per Kilogram

Regional
Takut dan Malu, Siswi Magang di Kupang Melahirkan dan Sembunyikan Bayi dalam Koper

Takut dan Malu, Siswi Magang di Kupang Melahirkan dan Sembunyikan Bayi dalam Koper

Regional
Pemkot Semarang Adakan Nobar Timnas U23 Indonesia Vs Korea Selatan di Balai Kota

Pemkot Semarang Adakan Nobar Timnas U23 Indonesia Vs Korea Selatan di Balai Kota

Regional
Ikuti Arahan Musda, PKS Semarang Akan Mengusung Tokoh di Pilkada 2024

Ikuti Arahan Musda, PKS Semarang Akan Mengusung Tokoh di Pilkada 2024

Regional
Mantan Kepala BPBD Deli Serdang Ditahan, Diduga Korupsi Rp 850 Juta

Mantan Kepala BPBD Deli Serdang Ditahan, Diduga Korupsi Rp 850 Juta

Regional
Peringati Hari Bumi, Kementerian KP Tanam 1.000 Mangrove di Kawasan Tambak Silvofishery Maros

Peringati Hari Bumi, Kementerian KP Tanam 1.000 Mangrove di Kawasan Tambak Silvofishery Maros

Regional
Dinas Pusdataru: Rawa Pening Bisa Jadi 'Long Storage' Air Hujan, Solusi Banjir Pantura

Dinas Pusdataru: Rawa Pening Bisa Jadi "Long Storage" Air Hujan, Solusi Banjir Pantura

Regional
Sungai Meluap, Banjir Terjang Badau Kapuas Hulu

Sungai Meluap, Banjir Terjang Badau Kapuas Hulu

Regional
Diduga Korupsi Dana Desa Rp  376 Juta, Wali Nagari di Pesisir Selatan Sumbar Jadi Tersangka

Diduga Korupsi Dana Desa Rp 376 Juta, Wali Nagari di Pesisir Selatan Sumbar Jadi Tersangka

Regional
Gunung Semeru 4 Kali Meletus Pagi Ini

Gunung Semeru 4 Kali Meletus Pagi Ini

Regional
Ban Terbalik, Pencari Batu di Lahat Hilang Terseret Arus Sungai Lematang

Ban Terbalik, Pencari Batu di Lahat Hilang Terseret Arus Sungai Lematang

Regional
Cemburu Istri Hubungi Mantan Suami, Pria di Kabupaten Semarang Cabuli Anak Tiri

Cemburu Istri Hubungi Mantan Suami, Pria di Kabupaten Semarang Cabuli Anak Tiri

Regional
Nasdem dan PKB Silaturahmi Jelang Pilkada di Purworejo, Bahas Kemungkinan Koalisi

Nasdem dan PKB Silaturahmi Jelang Pilkada di Purworejo, Bahas Kemungkinan Koalisi

Regional
Ibu di Bengkulu Jual Anak Kandung Rp 100.000 ke Pacarnya

Ibu di Bengkulu Jual Anak Kandung Rp 100.000 ke Pacarnya

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com