PEKANBARU, KOMPAS.com - Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau, tengah menangani kasus dugaan kredit modal kerja kontruksi (KMKK) yang menggunakan Surat Perintah Kerja (SPK) fiktif di Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Bank Jabar Banten (BJB) Cabang Kota Pekanbaru, Riau.
Perkara dugaan kredit modal kerja fiktif itu, statusnya sudah naik ke tahap penyidikan. Kasus itu diduga terjadi pada 2015-2016.
Dari hasil penghitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian negara mencapai Rp 7,2 miliar.
Baca juga: 21 Pencari Suaka di Pekanbaru Dipindahkan ke Jakarta
Dalam perkara ini, kepolisian sudah menaikkan status dari penyelidikan menjadi penyidikan.
Perkara ini ditangani Subdit II Perbankan dan Subdit III Tipikor Ditreskrimsus Polda Riau.
Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) diketahui juga telah dikirim kepolisian ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau, Kombes Fery Irawan membenarkan bahwa kasus tersebut sudah tahap penyidikan.
Tetapi, Fery belum merincikan nama tersangkanya.
"Iya benar, sudah penyidikan. Kasusnya dugaan kasus kredit modal kerja kontruksi tidak sah atau fiktif," kata Fery kepada wartawan, Selasa (29/3/2022).
Terpisah, Kepala Subdit II Perbankan Ditreskrimsus Polda Riau, Kompol Teddy Ardian mengatakan, saat ini sudah 25 orang saksi yang dimintai keterangannya.
Saksi yang diperiksa, dari pihak BJK dan saksi ahli.
"Saksi ahli ada tiga orang. Ketiganya antara lain, saksi ahli keuangan negara, auditor keuangan negara dan ahli pidana korupsi," sebut Teddy.
Teddy menjelaskan, kasus ini bermula dari kredit modal kerja kontruksi oleh BJB Cabang Pekanbaru kepada debitur dengan menggunakan surat kontrak atau SPK fiktif atas kegiatan pekerjaan.
"Modusnya, debitur membuat SPK fiktif bekerja sama dengan pihak oknum pegawai Bank," sebut Teddy.
Ditanya siapa tersangkanya dalam kasus ini, Teddy menjawab masih menunggu waktu.
Pihaknya mengaku masih melengkapi sejumlah berkas perkara.
"Untuk tersangkanya, nanti disampaikan lebih lanjut," jawab Teddy.
Tedy menjelaskan, kasus tersebut diduga melanggar Pasal 2 Ayat (1) UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.