JAYAPURA, KOMPAS.com - Eksistensi Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) pimpinan Egianus Kogoya di Kabupaten Nduga, Papua, sudah berlangsung sejak 2018, atau sejak terjadinya pembantaian para pekerja PT. Istaka Karya.
Lama tidak beraksi, kelompok tersebut tiba-tiba menyerang Pos Marinir di Distrik Kenyam, dengan persenjataan canggih, yaitu pelontar granat atau Grenade Launcher Module (GLM).
Akibat aksi tersebut, dua personel marinir gugur, satu kritis dan tujuh terluka.
Baca juga: Tim Gabungan TNI Investigasi Penyerangan KKB yang Tewaskan 2 Prajurit Marinir di Nduga Papua
Direskrimum Polda Papua Kombes Faizal Ramadhani menyebutkan, setidaknya ada tiga senjata berat yang dikuasai kelompok Egianus Kogoya.
"Mereka punya dua pucuk GLM dan satu pucuk Minimi," ujarnya saat dihubungi melalui sambungan telepon, Senin (28/3/2022) malam.
Dua pucuk GLM yang dikuasai Egianus, berasal dari rampasan pada 2019 dan 2020.
Baca juga: Ini Alasan Keluarga Akan Makamkan Prajurit TNI Korban Serangan KKB di Pekarangan Rumahnya
Dia menjelaskan, Minimi merupakan senjata otomatis buatan Belgia yang mampu menembakan seribu peluru hanya dalam waktu satu menit.
Senjata tersebut pernah terlihat digunakan Egianus Kogoya ketika mengadang rombongan TNI di Danau Habema pada 23 Agustus 2018 dan mengakibatkan dua anggota TNI gugur.
Baca juga: Egianus Kogoya di Lapangan Saat Penyerangan Pos Marinir di Nduga, Polisi: Komunikasinya Terpantau
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.