KOMPAS.com - Pos Marinir di Distrik Kenyam, Nduga, Papua, diserang kelompok kriminal bersenjata (KKB) pada Sabtu (26/3/2022).
Akibatnya, sepuluh prajurit terluka dan salah satunya gugur setelah pos tersebut dilempar granat oleh KKB yang diduga pimpinan Egianus Kogoya.
"Belum dipastikan apa yang menyebabkan mereka diserang KKB yang diduga dipimpin Egianus Kogoya dan itu akan diselidiki," ujar Danrem 172/PWY Brigjen TNI Izak Pangemanan, dikutip dari Antara.
Baca juga: Sebelum Pos Marinir Diserang, Masyarakat Mendengar Informasi KKB Akan Lakukan Penyerangan
Berikut ini fakta lengkapnya:
Prajurit yang gugur dalam insiden itu adalah Danpos Letda Mar Iqbal. Untuk dua prajurit yang alami luka kritis adalah Serda Mar Bayu Pratama dan Serda Mar Rendi.
"Satu anggota Marinir gugur dan dua lainnya kritis akibat granat yang dilontarkan KKB," kata Kapolda Papua Irjen Mathius D Fakhiri, di Mappi, Sabtu.
Aparat keamanan saat ini tengah melakukan penyelidikan dan memburu kelompok penyerang tersebut.
Baca juga: KKB Serang Pos Marinir di Nduga, Diduga Pimpinan Egianus Kogoya, Terjadi 3 Kali Kontak Senjata
Menurut Mathius, KKB pimpinan Egianus diketahui masih memiliki persenjataan lengkap.
Senjata-senjata itu didapat dari rampasan, salah satunya pelontar granat rampasan.
"Kelompok Egianus merupakan KKB yang memiliki persenjataan paling banyak, salah satunya adalah GLM hasil rampasan," ujarnya.
Baca juga: KKB Serang Pos Marinir di Nduga, Komandan Pos Gugur, 2 Prajurit Kritis, 7 Terluka
Mathius menjelaskan, saat itu sempat terjadi tiga kali kontak senjata, yaitu pada pukul 17.50 WIT, 18.45 WIT, dan 19.45 WIT.
Pasca-insiden itu, seluruh petugas keamanan di Kenyam dalam kondisi siaga.
Diduga kkuat beberapa anggota KKB masih berada di sekitar bandara. Namun, sebagian sudah ada yang kabur.
"Sebagian besar KKB sudah lari tapi masih ada beberapa yang masih ada di sekitar ujung bandara," ungkapnya.
Sementara itu, pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengatakan, serangan itu adalah sebuah upaya provokasi.
Menurutnya, pemerintah seharusnya lebih upaya dialog untuk melemahkan propaganda mereka.
"Yang harus dilakukan adalah memikirkan bagaimana supaya dialog dapat kembali terbangun dan kebuntuan politik bisa diakhiri. Tanpa itu, kekerasan dan teror akan selalu terjadi. Apalagi jika kita kemudian kembali melakukan pendekatan keras," katanya kepada Kompas.com, melalui pesan WhatsApp, Senin (7/3/2022) malam.
(Penulis : Kontributor Jayapura, Dhias Suwandi | Editor : Dheri Agriesta, Candra Setia Budi)/Antara
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.