Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Sudah 8 Tahun Kami Berjuang Merebut Tanah Ulayat Ini, Tolong Bantu Kami, Pak Presiden Jokowi"

Kompas.com - 19/03/2022, 11:53 WIB
Idon Tanjung,
Dheri Agriesta

Tim Redaksi

PEKANBARU, KOMPAS.com - Ratusan warga Desa Kepau Jaya, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Riau, memblokade akses sebuah perkebunan kelapa sawit, Jumat (18/3/2022) sore.

Aksi itu dilakukan warga, karena lahan itu masuk kawasan hutan adat Kenegerian Buluh Nipis di Desa Kepau Jaya.

Warga juga sudah melakukan gugatan dan menang di Pengadilan Negeri (PN) Bangkinang di Kampar pada 2014.

Sayangnya, menurut warga, negara belum melakukan eksekusi lahan sampai saat ini.

Pantauan Kompas.com di lokasi, aksi blokade akses perkebunan kelapa sawit ini, dilakukan warga bersama ninik mamak Kenegerian Buluh Nipis.

Menurut ninik mamak, kawasan hutan adat mereka dijadikan perkebunan kelapa sawit oleh seseorang bernama Surianto alias Ayau.

Dalam aksi itu, sejumlah ibu-ibu tampak menangis histeris. Mereka minta dikembalikan tanah adat atau tanah ulayat.

"Sudah delapan tahun kami berjuang merebut tanah ulayat ini. Tolong bantu kami Pak Presiden Jokowi. Hanya kepada bapak kami berharap bisa membantu kami yang susah ini," kata seorang wanita bernama Mardona (36) sambil menangis.

Baca juga: Keluarga Korban Investasi Bodong Rp 84,9 M di Pekanbaru Berharap Aset yang Disita Bisa untuk Bayar Kerugian

Tak hanya Mardona, Siti Rahayu warga lainnya juga berurai air mata meminta keadilan pemerintah.

Mereka meminta pemerintah untuk bisa mengembalikan hutan adat kepada warga.

"Kami sudah menang gugatan di pengadilan Pak Jokowi, tapi kenapa tanah ini tidak dikembalikan kepada kami. Kami orang kampung yang susah, bantu kami Pak Jokowi," ucap Siti.

Sementara itu, Suardi selaku Datuok (Datuk) Maharaja Bosau (Besar), Pucuk Pimpinan Adat Kenegerian Buluh Nipis, menjelaskan bahwa kawasan hutan adat yang dikuasai pihak lain seluas 1.508 hektare.

Pihaknya bersama warga meminta tanah adat untuk dikelola menjadi perhutanan sosial.

"Tanah kami ini dikuasai Pak Ayau dan dijadikan kebun sawit. Entah apa dasar dia menggarap tanah kami. Padahal ini tanah kami," kata Suardi saat diwawancarai Kompas.com, Jumat.

Tanah adat yang dikuasai oleh Ayau, sebut dia, sudah digugat sebelumnya ke Pengadilan Negeri Bangkinang.

Menurutnya, pengadilan telah memutuskan lahan itu merupakan kawasan hutan adat milik warga setempat.

"Sudah delapan tahun putusan inkrah di pengadilan. Tapi, sampai hari ini tidak dieksekusi. Sehingga kami tak bisa menikmatinya," kata Suardi yang diamini ninik mamak lainnya.

 

Oleh sebab itu, ninik mamak meminta pemerintah memperhatikan nasib warga Desa Kepau Jaya.

"Kami minta tolong kepada Bapak Presiden, agar tanah ulayat ini dikembalikan kepada kami demi masa depan anak dan cucu kami. Apa harus kami sampai menumpahkan darah di sini, pak. Kami akan lakukan itu apabila tak ada lagi keadilan bagi kami," kata Suardi dengan nada sedih.

Digugat ulang

Warga kembali melayangkan gugatan ke PN Bangkinang di Kampar. Karena, gugatan sebelumnya tak ada hasil meski sudah dimenangkan warga adat.

Ahlakul Karim, selaku tokoh masyarakat Desa Kepau Jaya menyampaikan, lahan seluas 1.508 hektare yang dikuasai oleh seorang pengusaha kebun sawit sudah kalah dalam gugatan di PN Bangkinang.

"Tanah ulayat itu kini dikuasai oleh perorangan bernama Surianto alias Ayau. Luas lahan 1.508 hektar. Dulu sudah pernah digugat sama LSM (lembaga swadaya masyarakat) dan menang. Ayau kalau gugatan tahun 2014 di PN Bangkinang," kata Ahlakul saat diwawancarai, Jumat.

"Namun, sampai hari ini lahan tersebut belum dieksekusi oleh negara melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Karena lahan ini adalah kawasan hutan," sebut Ahlakul.

Baca juga: Polemik Lahan Rens Sapi dengan Pemprov NTT, Begini Kata Pemilik Ulayat

Karena sudah delapan tahun tanah ulayat tak dieksekusi dan dikembalikan kepada masyarakat adat, Ahlakul bersama tokoh masyarakat dan ninik mamak kembali melayangkan gugatan ke PN Bangkinang, pada 15 Maret 2022 lalu.

Gugatan mereka buat, karena kawasan hutan adat telah berubah fungsi menjadi kebun sawit.

Padahal, tanah itu itu sejatinya untuk kemakmuran warga yang jauh dari perkotaan itu.

"Maka kami menutup akses masuk perkebunan sawit sampai ada keputusan hukum tetap. Kami berani menutup akses jalan masuk perkebunan, karena sudah ada putusan inkrah 2014 itu,"  kata dia.

"Kami akan terus memperjuangkan tanah ulayat masyarakat. Agar tanah ini dinikmati oleh warga tempatan. Karena sampai hari ini warga hanya bisa gigit jari, tak ada yang diajak bermitra atau kerja sama mengelola lahan. Jadi, kami minta negara mengembalikan tanah ulayat kepada warga," tambah Ahlakul.

Lebih kurang dua jam di lokasi, tak ada satupun pihak pengelola kebun sawit yang datang menemui warga.

Warga akhirnya membubarkan diri setelah memasang portal sebagai penutup akses jalan perkebunan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kecelakaan Maut Bus Eka Vs Truk di Tol Solo-Kertosono, Satu Penumpang Tewas

Kecelakaan Maut Bus Eka Vs Truk di Tol Solo-Kertosono, Satu Penumpang Tewas

Regional
Anak yang Dijual Ibu Kandung Rp 100.000, Korban Pemerkosaan Kakaknya

Anak yang Dijual Ibu Kandung Rp 100.000, Korban Pemerkosaan Kakaknya

Regional
Kronologi Ibu di LampungTewas Tersengat Listrik Jerat Babi Hutan, Polisi Ungkap Kondisinya

Kronologi Ibu di LampungTewas Tersengat Listrik Jerat Babi Hutan, Polisi Ungkap Kondisinya

Regional
KM Bukit Raya Terbakar Saat Masuk Muara Jungkat Kalbar, Pelni: Sudah Mulai Padam

KM Bukit Raya Terbakar Saat Masuk Muara Jungkat Kalbar, Pelni: Sudah Mulai Padam

Regional
Dibutuhkan 48 Tenaga Panwaslu di Bawaslu Kota Semarang, Ini Syaratnya

Dibutuhkan 48 Tenaga Panwaslu di Bawaslu Kota Semarang, Ini Syaratnya

Regional
Pilkada Sumsel, Holda Jadi Perempuan Pertama yang Ambil Formulir di Demokrat

Pilkada Sumsel, Holda Jadi Perempuan Pertama yang Ambil Formulir di Demokrat

Regional
Di Balik Video Viral Kebocoran Pipa Gas di Indramayu

Di Balik Video Viral Kebocoran Pipa Gas di Indramayu

Regional
Bocah Perempuan 15 Tahun Laporkan Sang Ibu ke Polisi karena Dijual ke Laki-laki Hidung Belang

Bocah Perempuan 15 Tahun Laporkan Sang Ibu ke Polisi karena Dijual ke Laki-laki Hidung Belang

Regional
Waduk Pondok Ngawi: Daya Tarik, Aktivitas, dan Rute

Waduk Pondok Ngawi: Daya Tarik, Aktivitas, dan Rute

Regional
Nostalgia Bandung Tempo Dulu, Jalan Braga Bakal Ditutup untuk Kendaraan di Akhir Pekan

Nostalgia Bandung Tempo Dulu, Jalan Braga Bakal Ditutup untuk Kendaraan di Akhir Pekan

Regional
Prakiraan Cuaca Manado Hari Ini Kamis 25 April 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Manado Hari Ini Kamis 25 April 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Ringan

Regional
Siswi SMP di Demak Dipaksa Hubungan Badan dengan Pacar, lalu Diperkosa 3 Orang Bergiliran

Siswi SMP di Demak Dipaksa Hubungan Badan dengan Pacar, lalu Diperkosa 3 Orang Bergiliran

Regional
Tim SAR Cari Penumpang yang Jatuh dari KMP Reinna di Perairan Lampung

Tim SAR Cari Penumpang yang Jatuh dari KMP Reinna di Perairan Lampung

Regional
Seorang Perempuan Tewas Tersengat Listrik Jerat Babi Hutan

Seorang Perempuan Tewas Tersengat Listrik Jerat Babi Hutan

Regional
Lapak Pigura di Kota Serang Mulai Banjir Pesanan Foto Prabowo-Gibran

Lapak Pigura di Kota Serang Mulai Banjir Pesanan Foto Prabowo-Gibran

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com