KOMPAS.com - Minyak goreng kemasan yang semula langka di pasaran mendadak muncul dalam stok banyak.
Munculnya stok minyak goreng kemasan ini hanya berselang satu hari usai pemerintah mencabut kebijakan harga eceran tertinggi (HET) untuk minyak goreng kemasan pada Rabu (16/3/2022).
Di sejumlah daerah, minyak goreng mulai bisa ditemui di rak-rak toko swalayan.
Meski stoknya melimpah, tetapi masyarakat mengeluhkan harga minyak goreng yang melejit.
Pengamat ekonomi dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Lukman Hakim, berpandangan, fenomena ini disebabkan sejumlah faktor yang saling berkaitan.
Ia mengatakan, di masa pandemi Covid-19 ini, daya beli masyarakat rendah, sehingga pasokan minyak goreng sedikit.
Begitu pandemi mulai agak mereda, permintaan minyak goreng kembali meninggi.
“Ternyata ini tidak hanya di Indonesia saja, tapi juga dunia. Harga CPO (minyak sawit mentah) meningkat. Hukum demand and supply (permintaan dan penawaran) pun berlangsung,” ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Jumat (18/3/2022).
Baca juga: HET Dicabut, Harga Minyak Goreng Langsung Melejit, Stoknya Kini Melimpah Tak Lagi Gaib...
Di saat permintaan mulai meninggi, pasokan minyak goreng masih sedikit.
Ditambah lagi, minyak goreng merupakan komoditas oligopoli.
“Dugaan saya, muncullah common sense pedagang. Mereka mulai menimbun dalam hitungan beberapa waktu. Akhirnya, secara insting, masing-masing pedagang besar ada yang menahan dan menaikkan harga,” ucapnya.
Lalu, tibalah saat kebijakan HET muncul. Kemudian, minyak goreng menjadi langka.
“Dugaan saya, ketika barang (minyak goreng) langka, harga sudah tinggi. Begitu HET muncul, terjadilah reaksi pasar. Pasalnya, HET lebih rendah dari harga pasar. Orang-orang itu kemudian menahan,” ungkapnya.
Kemudian, begitu HET dicabut, stok minyak goreng kemasan kembali melimpah.
Baca juga: Minyak Goreng Masih Langka di Jabar, Ridwan Kamil: Ini Fenomena Memprihatinkan
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNS Surakarta ini juga menyoroti soal kebijakan HET.
Menurutnya, kebijakan HET mempunyai tujuan yang bagus, yakni melindungi konsumen dari harga yang tinggi.
Namun, tuturnya, kebijakan HET terlalu cepat dikeluarkan.
Baca juga: Harga Minyak Goreng Curah di Pasar Rp 18.000, di Atas HET
Pasalnya, saat itu, pasokan minyak goreng di lapangan sedikit karena ditahan oleh pedagang besar.
Selain itu, menurutnya, pemerintah tak paham. Fenomena ini, terang Lukman, merupakan soal permintaan dan penawaran saja.
“Ini sebenarnya hanya masalah demand and supply saja. Minyak goreng ini pemainnya sedikit. Namun, pemerintah justru melempar isu permainan mafia. Menurut saya, pedagang oligopolis yang mengendalikan ini,” tuturnya.
Baca juga: Berdesakan Antre Minyak Goreng Murah, Seorang Perempuan di Lumajang Pingsan
Lukman menyampaikan, untuk mengatasi fenomena minyak goreng ini, pemerintah bisa mengajak dialog para pemain itu.
“TPID (Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi Daerah) bisa memantau. Mereka tahu petanya. Datangi saja, tanyai stoknya berapa, dan lain-lain. Diskusikan saja,” jelasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.