Hadir pula para penari Sanggar Sapta Krida Budaya asuhan Ardianto Nugroho yang gemulai menggerakkan tubuh dalam iringan Kidung Pangkur Gedong Kuning yang lebih dikenal dengan Sigra Milir.
“Singgah-singgah kala singgah, pan suminggah durga kala sumingkir, sing asirah sing asuku, sing awulu, sing abahu, sing atenggak kalawan buntut, sing atan kasat mata, mulia ing asal neki”.
Kidung mantra tulak bala ini sering ditembangkan oleh orang-orang tua saat tengah malam tujuannya untuk menolak segala bala, marabahaya, kala rubeda, maupun penyakit yang ditimbulkan dari yang kasat mata maupun yang tidak kasat mata.
Baca juga: Melihat Suasana Wilujengan Ruwahan Puro Mangkunegaran, Dipimpin Mangkunegara X
Sebelum tarian disuguhkan terlebih dahulu, para budayawan Demak menyampaikan ular-ular atau nasihat bagi peserta yang mengikuti kegiatan Umbul Dungo Apeman Rakyat ini.
Setiap akhir kata para budayawan ini menyumbangkan tembang-tembang yang sudah melegenda misalnya Lir-ilir dan Kidung Rumeksa Ing Wengi yang menjadi ikon warisan Sunan Kalijaga.
Sambutan atau sembur tutur uwur dari para sesepuh, dilanjutkan dengan merapalkan doa-doa dalam bahasa Arab yang dipimpin oleh M. Ilyas Ruhiyat yang juga seorang pelukis.
Jika biasanya doa-doa dilantunkan oleh pemimpin dan audiens hanya mengaminkan maka kali ini kalimat-kalimat agung dilantunkan bersama-sama menjadi sebuah harmoni yang menyentuh hati.
“Filosfinya sebagai media berdoa, cuma secara kemasyatakatn di ekspresikan dengan umbul doa apeman,” tutur Ketua Dekade yang akrab dipanggil Cak One ini.
Apem berasal dari istilah 'afwa' yang berarti minta ampunan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Makan apem dan doa bersama sejak dulu dicontohkan oleh wali sanga.
Diharapkan tradisi yang menjadi salah satu ajang silaturahmi ini tidak musnah digerus zaman.
Sarono Kasi Kesenian Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Demak menyatakan bahwa tradisi apeman bukan hanya milik masyarakat Demak saja, tapi hampir seluruh masyarakat Pulau Jawa menyelenggarakan tradisi itu dengan nama yang berbeda.
"Tradisi apeman ini turun temurun dari nenek moyang kita. Sebelum saya lahir pun sudah ada tradisi ini. Penyelenggaraan tradisi apeman itu ada yang di masjid, musala,kampung maupun tempat pemakaman umum,” kata Sarono.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.