NUNUKAN, KOMPAS.com – Kakek bernama Aris (73) asal Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan, masih terlihat bugar dan semangatnya masih sangat menggebu.
Ia merupakan salah satu PMI (Pekerja Migran Indonesia) yang dipulangkan melalui pelabuhan Tunon Taka Nunukan, Kalimantan Utara, Rabu (17/3/2022), bersama 150 WNI lain.
Masa berlaku paspor ratusan WNI tersebut habis, dan tidak bisa pulang ke tanah air (stranded) akibat lockdown, sebagai kebijakan otoritas setempat dalam penanggulangan Covid-19.
Baca juga: PMI Asal Bali Terkatung-katung di Turki, Agen Penyalur Diperiksa Polisi
Saat ditemui di Gedung Karantina terpusat untuk kedatangan para eks PMI Malaysia, ia bercerita pengalamannya selama bekerja sekitar 40 tahun di Kunak, Sabah, Malaysia.
Dengan mengisap rokok filternya, ia membuka cerita dengan kekagumannya terhadap Presiden RI pertama, Soekarno.
"Semua pidato dan kebijakan presiden pertama kita itu menjadikan kita bangga sebagai orang Indonesia. Teriakannya membangunkan semangat dan kisahnya selalu terpatri dan selalu menjadi cerita yang abadi," ujarnya, Kamis (17/3/2022).
Asap rokoknya terus keluar dan seakan menjadi efek film dari kisah perjuangan yang dibawakannya.
Ia sebagai orangtua yang menghabiskan sebagian hidupnya di Negeri Jiran, menegaskan memiliki nasionalisme kental yang tak akan luntur. Meski puluhan tahun di Malaysia, logat/dialek Indonesianya masih terjaga.
Baca juga: Menko PMK: Penerapan Sanksi Hukum untuk Penyalur dan Calo PMI Ilegal Harus Diawasi Ketat
Ia bahkan tidak terdengar seperti PMI lain, karena justru bahasa Indonesianya tercampur dengan bahasa Bugis yang merupakan suku aslinya.
"Saya menjaga nilai Indonesia. Di kamp tempat saya tinggal, saya pasang parabola dan selalu menonton sejarah Indonesia lewat siaran di TV," katanya lagi.
Aris, pertama menginjakkan kaki di Malaysia sekitar tahun 1982, saat usianya masih 30-an tahun.
Di sana, ia membuka lahan dan bekerja di perusahaan kelapa sawit di Kunak sebagai sopir truk untuk mengangkut hasil panen.
"Selain bekerja sebagai sppir, saya kerjakan semua yang bisa dikerja. Hasilnya selalu saya kirim ke keluarga di kampung. Kadang 10.000 ringgit kadang 4.000 ringgit, tergantung banyak kerja yang bisa saya perbuat," tuturnya.
Baca juga: Menaker: Adanya Pembiayaan KUR Ringankan Beban PMI
Aris dikenal sebagai pekerja yang ulet dan selalu tidak bisa diam. Selama ada hal yang bisa dikerjakan, ia akan meluangkan waktunya untuk menghasilkan uang.
Sifat tidak kenal lelahnya itu akhirnya menjadikan ia diperhatikan banyak orang. Kenalannya juga tidak sedikit, pekerja kebun di perusahaan sekitar, pedagang, bahkan para aparat polisi setempat.